REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Pimpinan Hamas mengatakan pada Ahad (28/9/2025) malam bahwa mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair adalah tokoh yang tidak disukai dalam situasi Palestina.
Gerakan ini belum menerima usulan apapun melalui mediator mengenai gencatan senjata.
"Mengaitkan rencana apapun dengan orang ini (Blair), yang tidak disukai, merupakan pertanda buruk bagi rakyat Palestina," kata Hussam Badran, anggota biro politik gerakan tersebut, dalam pernyataannya kepada Al-Jazeera dan dipublikasikan oleh gerakan tersebut di platform Telegram.
"Tony Blair adalah sosok yang negatif, dan mungkin pantas berada di depan pengadilan internasional atas kejahatan yang dilakukannya, terutama perannya dalam perang di Irak," katanya.
Pemimpin Hamas itu menggambarkan mantan perdana menteri Inggris itu sebagai saudara iblis. Badran mengatakan, "Dia tidak membawa kebaikan bagi perjuangan Palestina, Arab atau Muslim, dan peran kriminal serta subversifnya telah diketahui selama bertahun-tahun."
Badran menekankan pengelolaan urusan Palestina di Gaza atau Tepi Barat adalah urusan internal Palestina yang harus mendapatkan konsensus nasional.
“Tidak ada pihak regional atau internasional yang memiliki hak untuk memaksakan kepada rakyat Palestina bagaimana mengelola urusan mereka," kata dia.

Dia menunjukkan bahwa rakyat Palestina mampu mengatur diri mereka sendiri. "Kami memiliki kemampuan dan keahlian Palestina untuk mengelola urusan kami dan hubungan kami dengan kawasan dan dunia," ujar dia.
"Sejak Desember 2023, kepemimpinan Hamas membuat keputusan internal, dan kami mempresentasikannya kepada faksi-faksi dan beberapa negara yang memiliki hubungan baik dengan kami, bahwa kami tidak ingin terus mengelola Gaza sendirian, bahkan sebelum perang dan kehancuran semakin meningkat pada rakyat kami," tambah Badran.