REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Siapakah pendusta menurut Imam al-Ghazali? Apakah mereka yang ucapannya tidak bisa dipegang karena selalu berbeda?
Ternyata, definisi pendusta juga adalah orang-orang yang mengucapkan Istighfar memohon ampunan Allah SWT, namun tetap melakukan perbuatan dosa besar berulang-ulang.
Demikian yang dimaksud tobatnya para pendusta dalam kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali atau yang dikenal Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan keutamaan istighfar yakni astagfirullahaladzim (Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung).
Namun, Imam Al-Ghazali mengutip pernyataan Al-Fudhail bin Iyadh yang pernah mengatakan, "Memohon ampunan tanpa menghentikan perbuatan dosa (besar) adalah tobatnya orang-orang yang berdusta."
Imam Al-Ghazali menjelaskan keutamaan istighfar dengan mengutip firman Allah SWT dan hadits.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَالَّذِيْنَ اِذَا فَعَلُوْا فَاحِشَةً اَوْ ظَلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللّٰهَ فَاسْتَغْفَرُوْا لِذُنُوْبِهِمْۗ وَمَنْ يَّغْفِرُ الذُّنُوْبَ اِلَّا اللّٰهُ ۗ وَلَمْ يُصِرُّوْا عَلٰى مَا فَعَلُوْا وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Demikian (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, mereka (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan apa yang mereka kerjakan (perbuatan dosa itu) sedangkan mereka mengetahui(-nya). (QS Ali ‘Imran Ayat 135)
