Senin 25 Aug 2025 12:30 WIB

DPR-Pemerintah Sepakati Revisi UU Haji, BP Haji Selangkah Lagi Jadi Kementerian

Revisi UU Haji untuk tingkatkan kualitas pelayanan.

Rep: Muhyiddin/ Red: Erdy Nasrul
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang.
Foto: Baznas
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR RI bersama pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk dibawa ke Pembicaraan Tingkat II atau rapat paripurna DPR guna disahkan menjadi undang-undang. Dengan keputusan ini, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) selangkah lagi resmi bertransformasi menjadi Kementerian Haji dan Umrah.

Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan pemerintah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/8/2025). Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang menegaskan, perubahan paling mendasar dalam revisi ini adalah penggantian frasa badan menjadi kementerian.

Baca Juga

“Kami sampaikan bahwa yang paling urgensi di dalam pembahasan ini perubahan mendasar frasa yang selama ini disebutkan badan, akhirnya Panja menyepakati kementerian (haji dan umrah),” ujar Marwan.

Selain itu, Marwan menyebut Panja DPR dan pemerintah juga menyepakati penyederhanaan jumlah petugas haji daerah tanpa menghapus keberadaannya.

“Kedua, Panja tidak menghapus petugas haji daerah, hanya membatasi saja, karena menyangkut yang selama ini petugas daerah ini terlalu besar memakai jumlah kuota jamaah,” ucapnya.

Sementara terkait Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), Marwan memastikan lembaga tersebut tetap dipertahankan. Namun, ia mengingatkan agar KBIHU menaati ketentuan kloter sesuai sistem Siskohat yang berlaku.

“KBIHU jangan sampai membuat jamaah tercampur dalam satu kloter. Kalau punya kemampuan, tetap bisa berjalan,” kata dia.

Dalam rapat tersebut, DPR dan pemerintah juga membahas antisipasi jika Indonesia memperoleh tambahan kuota haji. Kuota dasar tetap dibagi sesuai ketentuan, yakni 92 persen untuk haji reguler dan delapan persen untuk haji khusus.

Selain itu, beberapa usulan yang sempat menjadi perdebatan, seperti pendaftaran dan keberangkatan jamaah, akhirnya diputuskan untuk diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama.

Sebanyak delapan fraksi DPR RI dan pemerintah dalam rapat tersebut menyatakan setuju atas Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah untuk dibawa ke pembahasan selanjutnya.

“Dengan demikian pandangan sudah selesai. Pandangan fraksi-fraksi maupun pemerintah bulau menyetujui,” ujar Marwan.

Dalam kesempatan itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, yang mewakili Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan apresiasi atas selesainya pembahasan revisi UU Haji di tingkat Komisi VIII.

“Penyelenggaraan ibadah haji bukan sekadar momen spiritual, tetapi juga amanah konstitusional yang harus kita lindungi dan sempurnakan. RUU ini hadir untuk memperkuat, menyempurnakan, dan menyesuaikan sistem penyelenggaraan haji dan umrah dengan kebutuhan jamaah serta tata kelola pemerintahan yang modern, transparan, dan akuntabel,” katanya.

Supratman menambahkan, pembentukan Kementerian Haji dan Umrah bertujuan memperkuat koordinasi, mempercepat pengambilan keputusan, serta memberikan pertanggungjawaban yang lebih jelas kepada masyarakat.

“Perubahan ini bukan sekadar teknis hukum semata, tetapi wujud nyata komitmen negara untuk hadir di tengah umat, agar ibadah haji dan umrah menjadi proses spiritual yang aman, damai, dan bermartabat,” jelasnya.

RUU ini akan segera dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Jika lolos, Indonesia untuk pertama kalinya akan memiliki Kementerian Haji dan Umrah, yang diharapkan dapat memberikan layanan lebih efektif dan transparan bagi jamaah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement