REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabar duka seakan tak habis-habisnya dari Jalur Gaza, Palestina. Kini, seorang jurnalis Aljazirah, Anas al-Sharif, dilaporkan menjadi syuhada usai mengalami serangan udara militer Israel (IDF). Bersama empat orang rekannya, wartawan muda itu gugur di Kota Gaza pada Senin (11/8/2025) sekira pukul 04.30 pagi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan belasungkawa atas gugurnya Anas al-Sharif dan para koleganya. Menurut Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Prof Sudarnoto Abdul Hakim, serangan IDF yang telah membunuh ratusan wartawan hingga kini adalah tindakan barbar. Tanpa memedulikan masyarakat internasional, Israel terus membungkam suara jurnalis di Jalur Gaza agar genosida yang dilakukannya tak terungkap ke dunia.
"Aksi (Israel membunuh wartawan) merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip perlindungan jurnalis dan kebebasan pers dalam konflik berskala besar," kata Prof Sudarnoto kepada Republika, Senin (11/8/2025).
MUI juga sangat prihatin terhadap hasil laporan Committee to Protect Journalists (CPJ) per 24 Juli 2025. Lembaga itu mencatat, sebanyak 186 wartawan dan pekerja media telah gugur dalam dua tahun terakhir di Jalur Gaza akibat diserang IDF. Angka ini menjadikan periode tersebut sebagai masa paling mematikan bagi pers sejak CPJ memulai pencatatan pada 1992 silam.
"Sementara badan Persatuan Jurnalis Internasional (IFJ) mencatat setidaknya 164 wartawan dan pekerja media Palestina wafat per Mei 2025, Banyak kalangan yang memperkirakan jumlah korban dari kalangan wartawan jauh lebih besar," ujarnya.
MUI menilai tuduhan militer Israel yakni bahwa wartawan seperti Anas al-Sharif adalah teroris merupakan tuduhan keji dan tak masuk akal. Pelabelan ini, menurut Sudarnoto, bertentangan dengan hukum internasional dan telah dikecam oleh banyak organisasi hak asasi manusia (HAM). Ini pun menjadi upaya IDF dalam melegitimasi pembunuhan terhadap jurnalis yang kritis terhadap narasi Israel.
"MUI berpandangan bahwa serangan dan pembunuhan terhadap wartawan ini adalah merupakan upaya sistematis untuk membungkam saksi mata dan membatasi dokumentasi independen atas pelanggaran HAM dan penderitaan rakyat Gaza," ujar Sudarnoto.
MUI mendesak komunitas internasional seperti PBB, UNESCO, CPJ, IFJ, dan PJS untuk menuntut penyelidikan independen atas setiap serangan terhadap wartawan.
"Pers adalah garda terakhir dalam menceritakan kebenaran. Mereka harus dilindungi, bukan diserang. Menyuarakan bahwa kebebasan pers adalah hak asasi yang harus dilindungi dan karena itu serangan terhadapnya adalah serangan terhadap demokrasi dan keadilan," ujarnya.