Ahad 13 Jul 2025 18:20 WIB

Kolaborasi Lintas Iman dan Perempuan Muda Warnai Penutupan Program Eco Bhinneka Muhammadiyah

Program Eco Bhinneka Muhammadiyah Banyuwangi resmi ditutup di Balai Desa Glagahagung.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi toleransi, persaudaraan, kebersamaan, ukhuwah islamiyah.
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi toleransi, persaudaraan, kebersamaan, ukhuwah islamiyah.

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUWANGI — Program Eco Bhinneka Muhammadiyah Banyuwangi resmi ditutup di Balai Desa Glagahagung, menandai akhir dari perjalanan Inisiatif Bersama untuk Aksi Keagamaan yang Strategis (Joint Initiative for Strategic Religious Action) sejak 2022 hingga 2025. Penutupan dihadiri 45 peserta dari berbagai unsur, termasuk komunitas lintas iman Anak Muda Eco Bhinneka Blambangan (AMONG), tokoh agama, pemerintah desa, dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuwangi.

Kepala Desa Glagahagung, Mimin Budiarti, menyatakan program ini membawa dampak nyata. “Manfaat yang dirasakan mulai dari pengelolaan sampah hingga kegiatan lintas iman yang berhasil membangun kebersamaan warga, bahkan dalam kerja bakti di kawasan hutan yang sebelumnya sulit mengumpulkan partisipasi lintas kelompok,” katanya seperti dikutip dari pernyataan Green Faith Indonesia, Ahad (12/7/2025).

Baca Juga

Ia berharap semangat kolaborasi ini terus berlanjut dan memberi manfaat jangka panjang. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ariati Dina Puspitasari, mengapresiasi pelibatan aktif perempuan muda dalam program ini.

“Kami sangat bersyukur bisa berkolaborasi dengan Ibu Kepala Desa dan warga Glagahagung, serta didukung oleh Ranting Aisyiyah dan Muhammadiyah yang memungkinkan program ini berjalan baik,” ujarnya.

“Kami juga bahagia karena terbentuknya komunitas lintas iman Anak Muda Eco Bhinneka Blambangan (AMONG) menjadi ruang belajar bersama tentang nilai-nilai keberagaman dan kepedulian lingkungan, dan NA juga mendapatkan perspektif baru tentang inklusifitas, di mana kami belajar mempraktekkannya di sini,” tambahnya.

Direktur Program Eco Bhinneka Muhammadiyah, Hening Parlan, menegaskan pentingnya aksi langsung. “Anak muda tidak bisa hanya berdialog di meja. Mereka harus terlibat langsung dan menjadi teladan. Eco Bhinneka membuktikan bahwa identitas agama bisa berjalan seiring dengan identitas universal sebagai warga bangsa yang peduli lingkungan dan kemanusiaan,” tegasnya. Ia menyebut program ini akan berlanjut melalui inisiatif SMILE selama dua tahun ke depan dengan fokus pada kepemimpinan muda lintas iman dalam isu keadilan iklim dan ekofeminisme.

Hening juga menyoroti capaian NA yang telah menyusun Modul Eco Bhinneka dan melahirkan 100 Duta Green Nasyiah di Indonesia. “Duta Green Nasyiah ini bisa dikembangkan tidak hanya urus sampah dan tanaman, bisa juga green terkait energi, livelihood, kesejahteraan perempuan,” ungkapnya.

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi, Dr. Mukhlis Lahuddin, menyampaikan bahwa agama sejatinya membawa manfaat dan kedamaian. “Kalau tidak membawa kedamaian, berarti belum merasakan nikmatnya beragama,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya praktik keberagamaan melalui aksi nyata seperti membuat sabun ramah lingkungan dan kerja bakti sungai.

Ia memaknai praktik beragama melalui “sajadah”—dari sajadah pendek (ibadah pribadi), panjang (masyarakat), hingga luas (kehidupan lintas iman). “Merawat kerukunan itu proses panjang. Semoga kegiatan ini bermanfaat besar bagi kita semua, bagi masyarakat dan lingkungan kita, dan ujungnya membantu pemerintah,” pungkasnya.

Apresiasi juga datang dari tokoh agama lintas iman. Tokoh Kristen, Wiyono, menyatakan, “Kita ini hidup menghirup oksigen yang sama, punya tanggung jawab yang sama untuk menjaga bumi.” Ia berharap kegiatan ini terus berlanjut dan ditularkan.

Tokoh Katolik, Widodo, menyoroti keteladanan kaum muda. “Kalau saja semua kecamatan di Banyuwangi memiliki program ini, Dinas Lingkungan Hidup akan sangat terbantu,” ujarnya.

Sementara tokoh Buddha, Eka, menyebut Eco Bhinneka membuka ruang persaudaraan. “Kami yang semula sungkan dan ragu, kini merasa menjadi bagian dari gerakan ini,” tuturnya.

Ketua PWNA Jawa Timur, Desi Ratnasari, menambahkan bahwa kader NA telah menjadi eco-influencer. “Merawat bumi adalah bagian dari ibadah, dan keberagaman adalah kekuatan,” katanya.

Kepala UPT Pengelolaan Persampahan DLH Banyuwangi, Amrullah, mengakui kontribusi Eco Bhinneka. Ia menegaskan pentingnya sinergi dalam menghadapi perubahan iklim dan darurat sampah, dan menyebut program Banyuwangi Hijau tengah diperkuat dengan model sampah sirkular berbasis daur ulang

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement