Rabu 02 Jul 2025 19:02 WIB

Israel Ingin Pecah Belah Iran dengan Serangannya, Tetapi Justru yang Terjadi Sebaliknya

Iran menyatakan protes terhadap aksi ilegal Israel.

Warga Iran sambil meneriakkan slogan-slogan anti AS dan Israel, di Teheran, Iran, Selasa, 24 Juni 2025.
Foto: AP Photo/Vahid Salemi
Warga Iran sambil meneriakkan slogan-slogan anti AS dan Israel, di Teheran, Iran, Selasa, 24 Juni 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN— Serangan militer Israel ke Iran secara tidak sengaja telah menghidupkan kembali sentimen nasionalis di Republik Islam dan menyatukan para pengkritik rezim dalam sebuah front persatuan melawan musuh dari luar, demikian ungkap Financial Times.

Surat kabar tersebut mengutip tokoh-tokoh terkemuka yang dulunya menentang rezim yang berkuasa di Iran.

Baca Juga

Namun dengan peluncuran serangan Israel dan intervensi militer Amerika Serikat , mereka menjadi patriotik dan nasionalis dan bersatu untuk membela Iran.

Reza Kianian, seorang aktor Iran pemenang penghargaan dan penentang rezim yang berkuasa di negara itu, dikutip dalam surat kabar tersebut, menyatakan dia mengubah posisinya setelah serangan Israel.

Bersama dengan para penentang lainnya, berunjuk rasa untuk membela negara berpenduduk 90 juta jiwa itu.

Yang terjadi justru sebaliknya

Surat kabar tersebut menunjukkan bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang dicari oleh Pengadilan Kriminal Internasional, berusaha mengeksploitasi kemarahan sebagian warga Iran terhadap rezim mereka untuk menyerukan revolusi melawan penguasa negara tersebut, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

I karena lawan-lawan paling keras rezim tersebut untuk sementara waktu mengabaikan kritik mereka, dan mulai mempertimbangkan bahwa Israel menyerang Iran dan bukan rezim yang berkuasa.

Surat kabar tersebut menerbitkan isi dari sebuah posting blog oleh aktor Kianian di Instagram sebagai tanggapan terhadap Netanyahu:

"Seseorang yang duduk di luar Iran tidak dapat memerintahkan sebuah negara untuk memberontak. Iran adalah negara saya. Saya akan memutuskan apa yang harus dilakukan, dan saya tidak akan menunggu Anda untuk memberi tahu saya apa yang harus dilakukan di negara saya."

Surat kabar tersebut mencatat bahwa kebangkitan nasionalisme di Iran terjadi setelah beberapa dekade polarisasi politik yang mendalam di negara tersebut.

Ini karena rezim yang berkuasa selalu berusaha untuk secara paksa menangani tuntutan dan demonstrasi yang menyerukan perubahan ekonomi, politik, dan sosial.

Sepanjang perang, yang dimulai pada 13 Juni dengan serangan Israel berskala besar dan berlangsung selama 12 hari, menewaskan 627 orang di Iran dan 28 orang di Israel, rezim Iran berusaha menekankan faktor persatuan dalam menghadapi Israel dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei memuji "persatuan yang luar biasa" pada masa-masa kritis.

Semangat nasionalis

Wartawan tersebut juga mencatat bahwa perang tersebut, setidaknya untuk saat ini, telah memperkuat dukungan Iran terhadap sejumlah rencana dan kebijakan pemerintah.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement