Rabu 02 Jul 2025 10:11 WIB

418 Jamaah Haji Meninggal, Kemenkes Minta Istithaah Kesehatan Diperketat

Jumlah ini sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Jannatul Mala atau lebih dikenal dengan sebutan Pemakaman Mala menjadi salah satu tujuan ziarah jamaah haji dan umroh di Kota Mekkah. Pemakaman yang sudah ada sebelum Rasulullah lahir itu tertata rapi dengan batu-batu nisan tanpa nama. Beberapa keluarga Rasulullah dikebumikan di Mala. Di antaranya, Sayyidah Khadijah (istri), Aminah (ibu), Qasim dan Abdullah (anak), Abu Thalib (paman), dan Abdul Muthalib (kakek). Selain itu ada juga ulama Indonesia yang dimakamkan di Mala. Mereka adalah Syekh Nawawi Al Bantani dan yang terbaru KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) yang meninggal pada 2019 saat menunaikan ibadah haji.
Foto: Karta/Republika
Jannatul Mala atau lebih dikenal dengan sebutan Pemakaman Mala menjadi salah satu tujuan ziarah jamaah haji dan umroh di Kota Mekkah. Pemakaman yang sudah ada sebelum Rasulullah lahir itu tertata rapi dengan batu-batu nisan tanpa nama. Beberapa keluarga Rasulullah dikebumikan di Mala. Di antaranya, Sayyidah Khadijah (istri), Aminah (ibu), Qasim dan Abdullah (anak), Abu Thalib (paman), dan Abdul Muthalib (kakek). Selain itu ada juga ulama Indonesia yang dimakamkan di Mala. Mereka adalah Syekh Nawawi Al Bantani dan yang terbaru KH Maimoen Zubair (Mbah Moen) yang meninggal pada 2019 saat menunaikan ibadah haji.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Memasuki hari ke-60 pelaksanaan ibadah haji, angka kematian jamaah haji terus bertambah hingga mencapai 418 orang. Jumlah ini sedikit lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Penyebab dominan wafatnya jamaah haji adalah penyakit jantung (syok kardiogenik dan gangguan jantung iskemik akut), dan sindrom gangguan pernapasan akut pada orang dewasa, data Siskohatkes per 30 Juni 2025, cut-off pukul 16.00 WAS.

Baca Juga

Tingginya angka kematian dan kesakitan pada jamaah haji Indonesia menjadi sorotan khusus oleh Kementerian Haji Arab Saudi, terutama menjelang puncak ibadah haji. Ada dua aspek yang menjadi perhatian Wakil Menteri Haji Arab Saudi, Abdul Fatah Mashat, saat mengunjungi Kantor Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja (Daker) Makkah pada 28 Juni 2025, yaitu tingkat istitha'ah kesehatan dan jumlah jamaah yang wafat.

“Ini harus menjadi perhatian kita semua dalam menyusun langkah-langkah persiapan yang lebih baik di masa mendatang, termasuk dalam penyaringan, pemantauan, dan pendampingan kesehatan jamaah sejak sebelum keberangkatan,” kata Abdul Fatah Mashat, dalam siaran pers yang diterima Republika dari Kemenkes, Rabu (2/7/2025) 

Kepala Bidang Kesehatan PPIH Arab Saudi, Mohammad Imran dalam kegiatan silaturahmi dan pelepasan pemulangan PPIH Arab Saudi Bidang Kesehatan Gelombang Kedua (30 Juni 2025) di KKHI Makkah, menyampaikan bahwa tingginya angka kematian ini menjadi pengingat bagi seluruh pemangku kepentingan.

“Ibadah haji merupakan kegiatan pengumpulan massa terlama dan terberat bagi kaum Muslimin dari sisi aktivitas fisik ibadahnya,” ujar Imran. 

Menanggapi pernyataan Wakil Menteri Haji Arab Saudi, ia memohon dukungan dari pemerintah Arab Saudi agar mempermudah legalitas operasional akses layanan kesehatan selama penyelenggaraan ibadah haji.

"Meningkatnya jamaah haji yang meninggal dunia merupakan alarm tanda bahaya bagi kita semua. Kami perlu memastikan bahwa setiap jamaah yang berangkat benar-benar memenuhi kriteria istitha'ah kesehatan, pemerintah Indonesia juga perlu diberikan kemudahan dalam legalitas operasional layanan kesehatan haji selama di Arab Saudi, persoalan penyelenggaraan kesehatan haji adalah tanggung jawab bersama," jelas Imran.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) secara tegas telah mengatur istitha'ah kesehatan jamaah haji dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/508/2024 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/2118/2023 tentang Standar Teknis Pemeriksaan Kesehatan dalam rangka Penetapan Istitha'ah Kesehatan Haji.

Aturan tersebut menjelaskan berbagai kriteria untuk memenuhi syarat istitha'ah kesehatan, yang dilakukan melalui pemeriksaan fisik, kognitif, kesehatan mental, serta kemampuan melakukan aktivitas keseharian.

Implementasi istitha'ah kesehatan yang ketat diharapkan dapat menyaring calon jamaah yang memiliki risiko tinggi atau kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan menjalani ibadah haji yang menuntut fisik. Tujuannya adalah mengurangi beban pada sistem layanan kesehatan di Tanah Suci dan, yang terpenting, menyelamatkan jiwa.

Menyadari peran krusial seluruh stakeholder dalam penyelenggaraan ibadah, Kemenkes RI menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Permasalahan istitha'ah kesehatan bukan hanya tugas Kemenkes, tetapi juga melibatkan berbagai pihak. Di antaranya yang pertama, Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji (BPH), bertugas menyosialisasikan dan mengintegrasikan persyaratan istitha'ah kesehatan ke dalam sistem pendaftaran dan pelunasan biaya haji.

Kedua, pemerintah daerah melalui dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, memastikan tersedianya fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai untuk pemeriksaan jemaah.

Ketiga, para alim ulama dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU) memberikan edukasi berkelanjutan tentang pentingnya menjaga kondisi fisik dan mental serta memenuhi istitha'ah kesehatan.

Masyarakat perlu memahami dan mendukung pentingnya persiapan kesehatan jasmani dan rohani sebelum berhaji. Dengan sinergi dan komitmen dari semua pihak, Kemenkes berharap dapat menekan angka kematian jamaah haji pada musim-musim haji berikutnya. Tujuan utamanya adalah agar seluruh jemaah dapat menunaikan rukun Islam kelima ini dengan aman, nyaman, dan kembali ke Tanah Air dalam keadaan sehat walafiat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement