REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada sebuah kabar angin yang beredar di tengah masyarakat bahwa kejadian-kejadian negatif yang dialami seseorang di Tanah Suci adalah azab baginya. "Hukuman" itu, demikian desas-desus ini, berkaitan dengan dosa yang pernah dilakukannya di Tanah Air.
Tak sedikit pula orang yang menganggap bahwa haji adalah saatnya "pembalasan." Dalam arti, amal-amal buruk yang pernah dilakukan di Tanah Air akan dibalas secara tunai selama jamaah haji berada di Tanah Suci.
Akibat terpengaruh rumor itu, ada orang-orang yang boleh jadi mampu secara finansial untuk berangkat haji. Namun, niat berangkat ke Tanah Suci itu terganjal rasa takut bahwa dosa-dosanya akan dibalas tunai selama di Makkah atau Madinah.
Padahal, Tanah Suci bukanlah tempat pembalasan dosa. Bila ada hal-hal yang dialami seorang anggota jamaah haji, semisal dirinya sempat tersesat, itu adalah kejadian yang berkaitan dengan konteks dirinya. Tidak seketika berarti bahwa ia sedang diberikan balasan atau bahkan diazab Allah.
Apalagi, tak sedikit jamaah haji belum pernah sebelumnya bepergian ke luar negeri. Maka, wajar bila mereka sempat bingung atau kehilangan orientasi sehingga tersesat.
Mustasyar Diny PPIH Arab Saudi KH Abdul Moqsith Ghazali mengajak masyarakat untuk berpikir jernih atas apa yang terjadi atau dialami oleh jamaah haji. Hal ini juga untuk memberikan rasa tenang, baik bagi jamaah haji itu sendiri atau keluarga mereka di Indonesia.
Jamaah haji yang mengalami demensia di Tanah Suci, misalnya, kerap dianggap tiba-tiba cenderung berperilaku dan berpikir aneh. Misal, ada yang tiba-tiba ingin pulang, teringat ladang dan hewan ternaknya di kampung, dan lain-lain.
"Itu bukan azab. Kita perlu memahami kondisi jamaah haji yang memerlukan penyesuaian. Apalagi kondisi Saudi panas dan mereka habis perjalanan jauh," kata Kiai Abdul Moqsith, dikutip Republika dari laman resmi Nahdlatul Ulama, Rabu (11/6/2025).
Terlebih lagi, setiap orang jamaah haji sesungguhnya adalah tamu Allah. Fakta bahwa mereka bisa sampai ke Tanah Suci berarti bahwa Allah menghendakinya mengunjungi Rumah-Nya (Baitullah).

Besarnya ganjaran bagi para tamu Allah tergambar pada besarnya pahala shalat di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi. Nabi Muhammad SAW bersabda, shalat di Masjid Nabawi lebih baik daripada shalat di tempat lain yakni seribu kali lipat--kecuali di Makkah. Kalau shalat di Makkah, termasuk Masjid al-Haram, maka ganjarannya 100 ribu kali lipat dibanding tempat lain.
Tanah Suci memang memiliki banyak keutamaan. Ini seharusnya tidak lantas membuat jamaah haji takut.
Sebab, di atas tanah ini tiap Muslim diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk meminta ampun kepada Allah. Berdoa kepada-Nya dalam banyak tempat dan waktu yang mustajab. Di sini, ladang pahala terbuka luas selama melakukan amal ibadah secara ikhlas.