REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik tembok kokoh pesantren, tempat tradisi berbisik melalui lembaran kitab kuning yang usianya ratusan tahun, kini terdengar bisikan lain: bisikan algoritma, gema digitalisasi, dan panggilan inovasi.
Apakah jantung pendidikan Islam tertua di Indonesia ini akan tetap berdetak dalam ritme masa lalu, ataukah ia akan menemukan denyut baru yang selaras dengan irama zaman yang kian cepat? Pertanyaan ini menggantung di udara, menuntut sebuah jawaban konkret di tengah arus perubahan global yang tak terbendung.
Rektor UIN Raden Intan Lampung, Wan Jamaludin, berdiri di garis depan pemikiran ini. Ia menilai, tradisi keilmuan yang kuat di pesantren, sebuah warisan emas para ulama, harus berjalan seiring dengan adaptasi teknologi dan inovasi kurikulum. Ini adalah sebuah keniscayaan, mengingat tantangan besar yang dihadapi adalah gelombang tsunami digitalisasi hingga perubahan ekonomi global yang fundamental.
“Pesantren tidak bisa lagi menjadi menara gading yang terisolasi. Mereka perlu menjadi pusat inovasi pendidikan Islam, lokomotif yang menggerakkan kemajuan,” ujar Rektor Wan Jamaludin dalam keterangannya di Jakarta, Minggu. Menurutnya, pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren (Ditjen Pesantren) akan menjadi kunci pembuka, mempercepat integrasi itu melalui penguatan riset, digitalisasi, ekonomi pesantren, dan kemitraan strategis yang vital.
Hal tersebut disampaikannya saat Halaqah Penguatan Kelembagaan, sebuah forum intelektual yang digelar di UIN Raden Intan Lampung. Forum ini bukan sekadar pertemuan biasa, melainkan arena pergulatan gagasan untuk masa depan pendidikan Islam.
Halaqah tersebut melahirkan satu benang merah yang sangat jelas dan mendesak: pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren di Kementerian Agama (Kemenag) merupakan kebutuhan fundamental bagi masa depan ekosistem pesantren di Indonesia. Ini adalah panggilan kolektif yang tak bisa diabaikan.
Acara yang menghadirkan para pimpinan pesantren, ulama kharismatik, akademisi, serta pejabat Kemenag itu memantik diskusi mendalam. Mereka bersama-sama merumuskan urgensi pembentukan institusi yang fokus, komprehensif, dan berdaya dorong kuat dalam mengelola tata kelola pesantren pada era transformasi digital ini.
“Inilah inti utama yang mengikat seluruh pandangan para ulama, akademisi, dan pimpinan pesantren dalam forum tersebut,” ujarnya, menunjukkan konsensus yang kuat di antara beragam latar belakang.




