
Laporan Jurnalis Republika Teguh Firmansyah dari Makkah, Arab Saudi.
REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH -- Kementerian Agama melalui Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi akan segera menyerahkan data teranyar terkait penyatuan pasangan suami istri (pasutri) terpisah, maupun pendamping lansia dan disabilitasn ke pihak syarikah. Data itu nanti akan digunakan syarikah buat pelayanan selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Armuzna
"Data sudah selesai, sebelum kita serahkan ke syarikah kita juga koordinasi dengan sektor-sektor, memvalidasi lagi dan itu akan kita sampaikan kepada syarikah terkait dengan data akhir yang kita miliki, jamaah berada di mana yang akan masuk ke maktab mana," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh Kementerian Agama, Hilman Latief, Selasa (27/5/2025).
Hilman mengatakan, Kemenag akan mengupayakan pasutri tetap berada dalam maktab sama atau berdekatan. Hanya saja, bukan berarti mereka akan berada di tenda atau ruangan sama.
"Kita coba satukan, tapi bukan berarti harus bareng satu ruangan karena kalau ada kebijakannya di maktab itu perempuan hanya perempuan saja, laki-laki atau laki-laki saja kan tidak bareng juga," ujarnya.
Namun selepas wukuf, ketika sudah malam hari, jamaah dapat bersama-sama kembali, Pun ketika lempar jumroh, jamaah pasutri maupun pedamping lansia dan disabilitas tetap dapat bersama.
"Jadi mohon juga ini persepsinya bahwa bersama-sama terus itu tidak selalu bermakna berbarengan terus ke mana-mana termasuk tendanya juga, di Arafah mungkin ada yang gabung atau mungkin di sini ada juga yang gabung tapi ada juga yang tidak," ujarnya.
Hilman mengatakan, dalam tiga hari ke depan, upaya penggabungan pasutri akan terus dilakukan. Sektor-sektor melakukan pendataan sehingga mudah bagi jamaah untuk bergabung baik yang suami istri, lansia dan disabilitas bersama pendampingnya.
Ketua PPIH Arab Saudi Muchlis Hanafi sebelumnya pernah mengatakan potensi pasangan haji terpisah pada musim tahun ini mencapai 2.500 orang jamaah atau 1.250 pasangan. Pasangan tersebut terpisah karena beda syarikah atau perusahaan penyedia layanan haji. Saat ini, Indonesia memiliki kontrak kerja sama dengan delapan syarikah.