Senin 14 Apr 2025 08:24 WIB

Ketika Alquran Membela Yahudi yang Dituduh Mencuri

Turunnya wahyu ini menegaskan bersihnya si Yahudi dari tuduhan keji.

ILUSTRASI Alquran.
Foto: EPA/ SHAHZAIB AKBER
ILUSTRASI Alquran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Thu’mah bin Ubairiq adalah seorang dari kalangan penduduk asli Madinah (Anshar). Berbeda dengan para sahabat Nabi Muhammad SAW, ia memiliki kecenderungan munafik.

Pada suatu hari, Thu'mah mendapati Qatadah bin Numan meninggalkan baju perang miliknya di depan rumah. Saat sahabat Nabi itu sedang lengah, ia pun mencuri zirah tersebut.

Baca Juga

Tiba-tiba, Qatadah keluar dari rumah. Thu'mah pun kabur. Dalam keadaan panik, ia menghampiri kediaman tetangganya, Zaid as-Saimin, yang adalah seorang Yahudi.

"Wahai tetanggaku, bolehkah aku minta tolong? Aku titip baju perang ini padamu," katanya.

Zaid menyanggupi permintaan ini karena merasa tak ada yang salah. Si Yahudi mengira, baju perang tersebut adalah milik Thu'mah. Orang Anshar ini pun langsung pergi.

Beberapa saat kemudian, datanglah Qatadah dan sejumlah orang. Mereka terkejut karena melihat baju milik Qatadah tergantung di pintu rumah Zaid.

"Wahai Yahudi! Mengapa baju zirah ini ada di sini? Apakah kau mencurinya!?" kata mereka.

Zaid terkejut. Ia lalu menyatakan bahwa Thu'mah menitipkan baju perang ini kepadanya. Orang Anshar itu kemudian didatangkan ke lokasi.

Namun, ia menolak keterangan Zaid. Karena menganggap Thu'mah sama-sama Muslim, orang-orang lebih berpihak pada lelaki Anshar itu.

Si Yahudi merasa terpojok. Ia pun mendesak agar perkara ini dibawa kepada Nabi Muhammad SAW.

Rasulullah SAW mengimbau kepada Zaid, Thu'mah dan Qatadah agar menjelaskan duduk perkaranya. Setelah mendengar cerita kronologis, orang-orang tetap meminta Nabi SAW agar menghukum Zaid.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Kelompok dari kabilahnya Thu'mah, yakni Bani Dhafar, bahkan menyebut-nyebut pengorbanan kaum mereka dalam menolong Islam sembari menjelek-jelekkan kaum Yahudi. Bagaimanapun, Rasulullah SAW tidak terbawa emosi massa.

Merasa sendirian dan lemah, Zaid hanya bisa tertunduk pasrah. Ia membayangkan nasib buruk yang akan menimpanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement