REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ke tahun, dunia akan berputar sampai pada apa yang semestinya datang. Dalam peribahasa Arab kerap disebutkan, fakullu maa hua aatin- aatun. Ramadhan hadir setelah Sya'ban, dan senantiasa doa yang diajarkan adalah permohonan keberkahan pada bulan Rajab dan Sya'ban serta mohon disampaikan pada Ramadhan. Ramadhan pasti berlalu, demikian pula halnya momentum lain.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita pada hari-hari terakhir Ramadhan, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Jabir Radhiyallahu anhu: "Ketika datang akhir malam bulan Ramadhan, langit dan bumi serta para malaikat menangis karena merupakan musibah bagi umat Nabi Muhammad SAW. Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, musibah apakah itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Lenyaplah bulan Ramadhan karena sesungguhnya doa-doa di bulan Ramadhan dikabulkan, dan sedekah diterima, kebaikan dilipatgandakan, dan azab ditolak.’"
Makhluk-makhluk lain begitu sangat sedih ditinggalkan Ramadhan, sebagaimana digambarkan Nabi Muhammad. Hal tersebut menunjukkan keutamaan Ramadhan yang sudah menjadi taken for granted. Pada akhir Ramadhan juga terdapat malam yang lebih baik daripada seribu malam, Lailatul Qadar.
Beberapa tahun terakhir muncul fenomena menarik di lingkungan Muslim kita, ditambah dengan derasnya arus teknologi. Begitu masif upaya saling mengingatkan antarsesama Muslim untuk memaksimalkan ibadah pada bulan Ramadhan.
Bukan saja orang tua yang memang telah masanya untuk dekat dengan masjid, melainkan anak-anak muda dengan style-nya masing-masing berburu itikaf pada malam-malam ganjil Ramadhan, ditambah dengan kajian-kajian yang up to date. Maka, pada malam-malam ganjil kita menyaksikan undangan untuk menghadiri berbagai upaya menggapai momentum istimewa pada bulan Ramadhan.
View this post on Instagram