REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fenomena sertifikasi pendakwah kembali menjadi perbincangan publik, terutama setelah Gus Miftah, seorang dai kondang di Indonesia, menjadi sorotan dalam beberapa isu dakwah yang viral. Gagasan sertifikasi pendakwah sendiri telah lama menjadi wacana di Indonesia, dan relevansinya terus berkembang seiring dengan tantangan dakwah di era modern, termasuk penyebaran hoaks dan radikalisme.
Sertifikasi pendakwah adalah proses pengakuan formal terhadap kompetensi seorang pendakwah, baik dalam aspek keilmuan agama, kemampuan komunikasi, maupun pemahaman terhadap konteks sosial dan kebangsaan. Program ini biasanya dilakukan oleh lembaga resmi seperti Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), atau organisasi Islam lainnya.
Sertifikasi pendakwah diharapkan meningkatkan kompetensi dan kualitas dakwah. Memastikan pendakwah memiliki pemahaman yang benar tentang ajaran Islam dan metode dakwah yang efektif. Mendorong moderasi beragama. Sertifikasi dapat menjadi alat untuk mempromosikan pendekatan dakwah yang damai, inklusif, dan tidak memecah belah masyarakat.
Mengurangi penyebaran paham ekstrem. Menghindari penyalahgunaan mimbar dakwah untuk menyebarkan ideologi radikal atau intoleransi. Membangun kepercayaan publik. Dengan adanya sertifikasi, masyarakat dapat lebih percaya kepada pendakwah yang sudah terverifikasi secara keilmuan dan moral.
Urgensi sertifikasi pendakwah disoroti oleh anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Maman Imanul Haq Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Maman meyampaikan kegelisahannya terkait pentingnya sertifikasi pendakwah kepada Menteri Agama Republik Indonesia (Menag RI) pada Rapat Kerja Menag RI, Kepala Badan Penyelenggara Haji (BPH) dan Kapala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Saya ingin menegaskan kembali yang hari ini sedang viral (kasus Gus Miftah), Kementerian Agama harus serius soal literasi keagamaan. Baik itu pegawai Kementerian Agama, baik itu seluruh elemen di pendidikan, keagamaan, perpustakaan masjid, terutama para Dai. Saya tadi di Media mengatakan bahwa sertifikasi Dai itu sangat urgen hari ini”, jelas Maman. 04/12/24
Tegasnya lagi “Jangan sampai seorang Dai melakukan, apa namanya, penghinaan terhadap seorang tukang es teh dan lain sebagainya. Termasuk juga, kita disuguhi oleh para Dai hanya ngomong soal humorlah, candaan. Tidak ada sama sekali referensi keagamaan, berbasis referensi Quran, Hadist atau nilai-nilai klasik seperti itu”.
“Jadi ini tolong agak serius”, tegas politisi PKB.
Selain itu, menyikapi pemunduran diri Utusan Khusus Presiden Gus Miftah. Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa pemerintah akan segera mencari sosok yang tepat. Sedangkan terkait usulan sertifikasi bagi juru dakwah, Kepala Negara menyebut akan melibatkan berbagai pihak untuk memberikan masukan.
“Nanti kita lihat kalangan yang mengerti masalah ini semua, mungkin nanti mereka akan kasih masukan. Majelis Ulama, kalangan-kalangan dari ormas-ormas keagamaan, dan sebagainya nanti kita minta pendapat dari mereka,” ucap Presiden. 06/12/24.
Terkait dengan sertifikasi pendakwah, Menag Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A telah menggagas lembaga Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI) di bawah Badan Pengelola Masjid istiqlal (BPMI). PKUMI didirikan oleh Nasaruddin Umar sejak Tahun 2021 yang bekerjasama dengan Kementerian Agama RI, Kementerian Keuangan RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Kementerian PPPA RI, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Universitas PTIQ Jakarta.
Terdapat tiga program yang ditawarkan dalam beasiswa ini, yaitu: Magister pendidikan kader ulama (S2 PKU), Magister Pendidikan Kader Ulama Perempuan (S2 PKUP) dan Doktor Pendidikan Kader Ulama (S3 PKU). Pendidikan formal (Magister dan Doktor Ilmu Al Quran dan Tafsir) ditempuh di Universitas PTIQ dan pendidikan keulamaan didapatkan di PKUMI.
Selain itu, mahasiswa wajib mengikuti program penguatan kapasitas menjadi ulama bertaraf internasional yang merupakan bagian dari kurikulum atau kegiatan akademik. Program diselenggarakan dalam bentuk short course dengan durasi: 3 (tiga) bulan bagi peserta program Magister dan 6 (enam) bulan bagi peserta program Doktor.
Sampai saat ini, PKUMI telah menjalin kerjasama dengan berbagi Perguruan Tinggi di dunia, baik barat maupun timur tengah. Salah satunya adalah University of California, Riverside di Amerika Serikat dan Universitas Al-Azhar, Cairo di Mesir.
“Profil lulusan PKUMI diharapkan mampu mencetak kader-kader ulama yang menguasai keilmuan Islam klasik dan kontemporer sehingga dapat menjadi rujukan dalam aspek perilaku dan keilmuan ke-Islam-an bagi masyarakat baik lokal maupun internasional”, ungkap Menteri Agama RI.
"Pelajari Islam dari akar, jangan langsung pada ranting. Motto kita di PKUMI adalah Moderat Mendunia" tegas Imam Besar Masjid Istiqlal.
Program PKUMI ini sepenuhnya dibiayai oleh LPDP dan kami sudah menerima enam angkatan. Jumlah mahasiswa PKUMI sampai saat ini telah mencapai 500 mahasiswa yang terdiri dari Magister dan Doktor.
“Alhamdulillah, hari ini kami yudisium 38 Kader Ulama Masjid Istiqlal. Besok tanggal 12 Desember 2024 kami akan melakukan wisuda dan pengukuhan untuk angkatan pertama sebanyak 38 mahasiswa di Masjid Istiqlal. Pengukuhan akan dihadiri langsung oleh Manteri Agama RI, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Menteri Keuangan Republik Indonesia dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia”, ungkap Direktur PKUMI Prof. Dr. KH. Ahmad Thib Raya, M.A. 11/12/2024
“Ini adalah produk ulama yang telah dihasilkan oleh Masjid Istiqlal melalui PKUMI yang bekerjasama dengan Kementerian Agama RI, Kementerian Keuangan RI, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Kementerian PPPA RI, Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan Universitas PTIQ Jakarta”, tambah Ahmad Thib Raya.
“Produk PKUMI kami harapkan menjadi Kader Ulama Masjid Istiqlal yang jadi role model ulama Indonesia dan dunia”, tutup Direktur PKUMI dalam Yudisium Kader Ulama Masjid Istiqlal di Aula PKUMI.