Jumat 08 Nov 2024 14:45 WIB

Simak! Ini Pesan Rasulullah untuk Umatnya Hadapi Dunia

Rasulullah SAW berpesan untuk tidak silau dengan kehidupan dunia.

ILUSTRASI Umat Islam.
Foto: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
ILUSTRASI Umat Islam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan umatnya untuk berpandangan visioner, alih-alih sempit. Dalam Alquran, ada banyak ayat yang menegaskan keutamaan akhirat dibandingkan dunia.

Bagaimanapun, Allah SWT juga mengingatkan hamba-Nya yang beriman untuk tetap mencari bagian penghidupan di dunia.

Baca Juga

Dengan perkataan lain, penuhilah kebutuhan hidup di dunia ini sewajarnya. Sebab, segala yang ada di kolong langit pasti memiliki batas. Bagi manusia, limit yang tidak mungkin disangkal lagi adalah usia.

Kalau jatah umur sudah sampai ajal, tidak berguna lagi apa pun pernak-pernik duniawi. Nabi Muhammad SAW memberikan nasihat dan keteladanan tentang cara hidup yang ideal. Berikut ini beberapa petuah di antaranya:

Pertama, menjadi musafir. Pengembara adalah mereka yang bepergian meninggalkan kampung halamannya. Rasulullah SAW mengajarkan, seorang Muslim hendaknya memahami kehidupan di dunia ini layak nya musafir.

مَا لِيْ وَلِلدُّنْيَا؟ مَا أَنَا وَالدُّنْيَا؟! إِنَّمَا مَثَلِيْ وَمَثَلُ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رَاكِبٍ ظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا

“Aku tidak memiliki kecenderungan (kecintaan) terhadap dunia. Keberadaanku di dalam dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan mening galkan pohon tersebut.” (HR Tirmidzi).

Perjalanan yang ditempuh akan sampai pada titik kembali. Dalam Alquran, Allah SWT menyatakan bahwa Dialah tempat kembali segala urusan. Maka, sepantasnya jatah usia seorang Mukmin di dunia dihabiskan untuk terus mempersiapkan diri sebaik-baiknya.

Sebab, saat diadili kelak di Hari Akhir, harapannya adalah berjumpa dengan kasih sayang dan ridha-Nya, bukan murka-Nya.

Kedua, ingat maut. Imam Syafii berkata dalam sebuah syairnya, “Cukuplah kematian sebagai nasihat.” Menurut ajaran Islam, kematian bukanlah akhir. Ia justru menjadi awal perjalanan insan menuju kampung akhirat.

Tiap orang nanti hanya akan ditemani catatan amal perbuatannya. Yang tersisa hanyalah sesal dan sedih bagi mereka yang fasik, apalagi kafir. Diandaikannya bahwa raga dapat kembali utuh dan hidup, sehingga bisa berbuat taat kepada Allah SWT.

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ ۚ كَلَّا ۚ إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا ۖ وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ

(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, 'Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal saleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan'. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding hingga hari mereka dibangkitkan (QS al-Muminun ayat 96-97).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement