REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Muslim di Eropa menghadapi semakin banyak rasisme dan diskriminasi, kata badan hak asasi Uni Eropa pada Kamis (24/10/2024). Mencatat peningkatan tajam bahkan sebelum serangan Hamas terhadap Israel yang menjajah Palestina menyebabkan lonjakan kebencian anti-Muslim.
Beberapa negara Uni Eropa telah melaporkan peningkatan tindakan anti-Muslim dan anti-Semit sejak 7 Oktober 2023, ketika Hamas menyerang Israel, yang kemudian melancarkan serangan balasan ke Gaza, menurut Badan Hak Asasi Uni Eropa (FRA).
“Kami menyadari adanya laporan dari beberapa negara Uni Eropa yang menyoroti lonjakan kebencian anti-Muslim dan juga anti-Semitisme setelah serangan Hamas,” ujar juru bicara FRA, Nicole Romain, dikutip dari laman Eastern Eye, Ahad (27/10/2024).
Namun, bahkan sebelum itu, sebuah laporan FRA yang baru menunjukkan bahwa menjadi seorang Muslim di Uni Eropa semakin sulit.
Hampir satu dari dua Muslim di Uni Eropa menghadapi rasisme dan diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari mereka, peningkatan tajam dari 39 persen yang ditemukan FRA dalam edisi terakhir surveinya pada 2016.
Angka tertinggi tercatat di Austria, Jerman, dan Finlandia. Austria (71 persen), Jerman (68 persen), dan Finlandia (63 persen) diidentifikasi sebagai negara-negara dengan tingkat diskriminasi tertinggi terhadap Muslim, sementara Swedia (22 persen), Spanyol (30 persen), dan Italia (34 persen) melaporkan tingkat pengaduan terendah.
Peningkatan rasisme dan diskriminasi di Austria dan Jerman dikaitkan dengan pertumbuhan politik sayap kanan di negara-negara tersebut.
Studi ini menunjukkan bahwa Muslim mengalami "gelombang rasisme yang sangat luas" terkait pakaian, identitas etnis, atau keyakinan mereka, meskipun terdapat perbedaan statistik dalam kehidupan profesional dan sosial mereka di seluruh Eropa.
Lebih dari separuh Muslim yang lahir di Eropa melaporkan diskriminasi berbasis ras saat mencari pekerjaan, yang menunjukkan bahwa mereka tidak diperlakukan sama dibandingkan dengan individu yang memiliki kemampuan bahasa dan kompetensi serupa.
BACA JUGA: Media: Militer Iran Berhasil Gagalkan Serangan Israel
Laporan ini juga menyoroti bahwa perempuan yang mengenakan simbol agama, seperti jilbab, menghadapi diskriminasi yang lebih besar, terutama dalam pekerjaan, dengan 45 persen melaporkan diskriminasi di lingkungan bisnis, naik dari 31 persen pada 2016.
Muslim Eropa juga mengalami tantangan dalam membeli atau menyewa rumah, dengan sekitar 35 persen partisipan menyatakan menghadapi kesulitan karena diskriminasi, dibandingkan dengan 22 persen pada 2016.