Sabtu 19 Oct 2024 14:45 WIB

Bagaimana Raden Patah Memeluk Islam?

Sejak kecil, Raden Patah telah mempelajari Islam dari ibunya.

Wisatawan berkeliling di kawasan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Saat ini Masjid Agung Demak menjadi ikon wisata Kabupaten Demak yang menjadi tujuan pariwisata.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Wisatawan berkeliling di kawasan Masjid Agung Demak, Jawa Tengah, Kamis (31/3/2022). Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi. Saat ini Masjid Agung Demak menjadi ikon wisata Kabupaten Demak yang menjadi tujuan pariwisata.

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK --Peristiwa penyebaran Islam di Nusantara semakin masif pada abad ke-13 dan abad ke-14. Lebih-lebih dakwah Islam yang dilakukan Sunan Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dan dilanjutkan oleh Sunan Ali Rahmatullah atau Sunan Ampel mampu masuk ke tataran elit pejabat kerajaan-kerajaan di pulau Jawa tak terkecuali Majapahit.   

Pada masa yang sama, pengaruh Majapahit sebagai kerajaan Hindu terbesar di bawah pemerintahan Brawijaya V justru perlahan-lahan mulai meredup. Ini tak lepas dari konflik internal keluarga kerajaan dan perebutan kekuasaan.

Baca Juga

Prabu Brawijaya V atau Prabu Kertawijaya mempunyai seorang anak bernama Raden Patah dari pernikahannya dengan putri bangsawan Cina bernama Siu Ban Ci. Dalam buku Sejarah Lengkap Islam Jawa yang diterbitkan Laksana pada 2022 karya Husnul Hakim menukil keterangan sejarawan Nahdlatul Ulama KH. Agus Sunyoto yang menjelaskan bahwa Siu Ban Ci adalah putri dari pasangan Tan Go Hwat dan  Siu Te Yok. Mereka adalah pasangan Muslim Tionghoa yang telah lama tinggal di Gresik. Tan Go Hwat selain dikenal sebagai seorang saudagar, ia juga adalah ulama penyebar Islam. Karenanya Tan Go Hwat dijuluki masyarakat Jawa dengan sebutan Syekh Bantong. Dari ayahnya itulah, Siu Ban Ci mempelajari Islam yang kemudian ia juga mengajarkannya pada Raden Patah. 

Saat Siu Ban Ci sedang hamil sedang hamil Raden Patah, Prabu Kertawijaya malah mempersunting permaisuri dari Champa. Hubungan Siu Ban Ci dan permaisuri Champa itu tidak akur. Singkat cerita, Prabu Kertawijaya memilih menceraikan Siu Ban Ci yang dalam keadaan hamil. Lalu, Prabu Kertawijaya, menyerahkan Siu Ban Ci kepada putra sulungnya ke Arya Damar yang menjadi raja di Palembang. 

"Ketika itu, Siu Ban Ci dalam keadaan hamil. Sesampainya di Palembang, pada tahun 1455 M. Siu Ban Ci melahirkan seorang putra yang dinamai Fatah (Raden Patah). Siu Ban Ci lalu dinikahi oleh Arya Damar, dan dari pernikahan ini, lahirlah seorang putra yang dinamai Husein (Raden Kusen)," (Sejarah Lengkap Islam Jawa halaman 123-124)

Sejak kecil, Raden Patah telah mempelajari Islam dari ibunya. Bahkan ia juga mendapat berbagai informasi tentang ajaran Islam dari ayah tirinya yakni Arya Damar yang memimpin kerajaan Palembang. Meski demikian Raden Patah sering menolak pandangan Arya Damar yang masih mencampurkan nilai-nilai ajaran Hindu-Budha. Dari situlah, Raden Patah memilih untuk uzlah dan memperdalam ajaran Islam hingga ke pulau Jawa. Selain itu untuk menemui ayah kandungnya yakni Brawijaya V atau Prabu Kertawijaya. 

Raden Patah tiba di Jawa melalui Gresik. Tetapi ia tak langsung menuju ke Majapahit. Raden Patah justru menyambangi sejumlah daerah yang menjadi pusat penyebaran Islam. Dalam buku Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno menyebutkan bahwa sebelum ke Majapahit, Raden Patah menetap dulu di Pesisir Utara Jawa yang menjadi wilayah perkembangan agama Islam mulai dari Cirebon, Demak, Tuban, Gresik, dan Surabaya. Setibanya di Surabaya, Raden Patah menimba ilmu agama kepada Sunan Ampel. 

"Sebelum kembali ke Majapahit. Raden patah menekuni ilmu kerohanian dan pengetahuan tentang Islam di Surabaya pada seorang ulama bernama sunan Ampel yang kala itu menggantikan posisi sunan Maulana Malik Ibrahim yang wafat 1419," (Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno penerbit Gramedia widiasarana Indonesia, 1994).

Raden Patah pun menemui ayahnya prabu Brawijaya V. Ia mengenalkan ajaran Islam pada ayah kandungnya itu, meski demikian Prabu Brawijaya enggan untuk memeluk Islam. Selain untuk mendakwahkan Islam kepada ayahnya, Keda Raden Patah ke Majapahit juga untuk membantu ayahnya dari orang-orang yang berupaya merebut kekuasaannya. 

Meski secara pribadi Prabu Brawijaya V tetap kokoh dalam keyakinannya, namun ia mempersilakan putranya itu menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Lalu Raden Patah pun diberikan wilayah di alas Glagah. 

"Raden patah tidak memaksa dan tetap menghormati sikap ayahandanya itu karena hal serupa pula dilakukan oleh Sunan Ampel gurunya maupun sunan Maulana Malik Ibrahim yang datang pertama kali ke Jawa lewat Gresik tahun 1380. Ia kemudian diberikan wilayah kekuasaan sendiri di Bintoro," (Sunan Kalijaga Asal Usul Masjid Agung Demak karya Ade Soekirno).

Orang-orang dari Majapahit yang telah memeluk Islam memilih mengikuti Raden Patah untuk membahas alas Glagah yang kemudian menjadi Bintoro Demak. Meski begitu Bintoro Demak masih berstatus di bawah kendali Majapahit hingga  keruntuhannya.

 

sumber : Dok Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement