REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada suatu hari di bulan Ramadhan, Nabi Muhammad SAW sedang duduk bersama sejumlah sahabat. Tiba-tiba, seorang laki-laki menghampiri beliau dengan tergesa-gesar.
"Celakalah aku! Celakalah aku!" katanya berulang-ulang.
Rasulullah SAW dan para sahabat di dekatnya pun keheranan. Mengapa lelaki ini mencerca dirinya sendiri?
"Ada apa, wahai hamba Allah?" tanya Nabi SAW.
"Aku telah menggauli istriku, padahal ini siang hari bulan Ramadhan. Aku seharusnya menahan diri. Sungguh, aku telah berdosa!" jawab lelaki itu.
Rasulullah SAW tidak lantas menegur atau memarahinya. Beliau melihat kesungguhan lelaki itu untuk bertobat.
Nabi SAW mengingatkannya tentang kafarat-kafarat yang mesti dilakukan orang yang melanggar puasa Ramadhan. "Wahai hamba Allah," kata beliau, "apakah engkau bisa mendapatkan seorang budak dan kemudian memerdekakannya?"
"Orang sepertiku mana mungkin sanggup membeli atau memiliki seorang budak, ya Rasulullah," jawab lelaki tersebut.
"Kalau begitu, mampukah engkau berpuasa selama dua bulan berturut-turut?"
"Wahai Rasulullah, puasa 30 hari Ramadhan saja aku tak sanggup menahan diri dari menggauli istriku. Bagaimana mungkin dengan puasa dua bulan berturut-turut?" katanya dengan nada memelas.
Nabi SAW pun menyampaikan opsi terakhir: "Apakah engkau mampu memberi makan kepada 60 orang miskin?"
Lagi-lagi, lelaki itu menyatakan ketidaksanggupannya. "Wahai Rasulullah," katanya dengan sedih, "dari mana aku dapat uang untuk memberi makan puluhan orang miskin?"
Rasulullah SAW pun terdiam.
Tak lama kemudian, seorang sahabat Nabi dari kalangan Anshar datang. Ternyata, sahabat ini membawa sekeranjang penuh berisi kurma.
"Wahai Rasulullah," kata orang Anshar ini, "aku datang dengan membawa kurma-kurma terbaik untuk kuhadiahkan kepadamu."
Nabi SAW menerima pemberian itu dengan senyum dan mendoakan orang Anshar itu. Sesudah donatur ini pulang, Rasulullah SAW menyuruh seseorang untuk memanggil lelaki yang telah batal puasanya tadi.
"Wahai hamba Allah," kata Nabi SAW, "silakan ambil seluruh kurma ini dan bersedekahlah engkau dengannya sebagai kafarat karena kau telah melanggar puasa Ramadhan."
Namun, lelaki ini tetap saja berwajah sedih. "Ya Rasulullah," katanya, "apakah ada orang selainku yang lebih layak mendapatkan kurma-kurma ini? Dari ujung barat hingga ujung timur Madinah, tak ada yang lebih fakir dariku."
Mendengar kata-katanya yang lugu itu, Rasulullah SAW tertawa sampai-sampai tampak gigi serinya. Beliau takjub dengan keadaan ini.
Seseorang awalnya datang dengan wajah muram karena takut akan dosa yang telah dilakukannya. Namun, kini ia justru menginginkan pemberian.
Rasulullah SAW pun bersabda, "Sedekahkanlah kurma-kurma ini kepada keluargamu."
Mendenngar sabda beliau, lelaki itu melonjak gembira. Bukannya "dibebani" hukuman, ia kini kembali ke rumah dengan sekeranjang penuh kurma untuk keluarganya.