REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW menyampaikan sejumlah nasihat kepada Ali bin Abi Thalib. Sebagaimana dinukil oleh Syekh Abdul Wahab asy-Sya’roni dalam salah satu karyanya, Wasiyat al-Musthofa, berikut ini adalah petuah-petuah yang dimaksud. Tentunya, sabda Rasulullah SAW tidak hanya ditujukan kepada sang sahabat, tetapi juga seluruh kaum Muslimin.
Pertama, nasihat tentang keadaan hina-dina. Dalam kehidupan duniawi ini, tidak sedikit orang yang menjerumuskan dirinya dalam lembah kehinaan.
Syekh asy-Sya’roni mengatakan, Nabi SAW pernah berpesan kepada Ali mengenai perkara yang menghinakan manusia. “Wahai Ali,” ujar beliau, “bagi orang yang terhina itu ada tiga tanda, (yakni) sering berbohong, bersumpah palsu, dan menyampaikan keinginannya (suka meminta-minta) kepada manusia.”
Betapa pun banyaknya harta dan setinggi apa pun kedudukan yang dimiliki seseorang tidak akan bermakna bila perangainya masih suka berdusta. Terlebih lagi bagi seorang pemimpin.
Nasihat Rasulullah SAW yang dinukil asy-Sya’roni juga mengingatkan umat Islam agar tidak mengemis. Termasuk di sini, umpamanya, mengemis jabatan kepada penguasa.
Yang celaka
“Wahai Ali! Orang yang celaka memiliki tiga tanda, yaitu makanannya haram, menjauhi ulama, dan senantiasa shalat sendirian,” begitu sabda Rasulullah SAW.
Hadis itu menegaskan, tidaklah beruntung orang yang hidup dari harta haram sekalipun dirinya kaya raya secara materiel. Dalam sebuah hadis lain, Rasul SAW menyatakan, doa seorang Muslim yang mengonsumsi barang-barang haram tidak akan dikabulkan oleh Allah SWT. Selain itu, pelakunya juga akan dimasukkan ke dalam api neraka.
Kecelakaan juga bagi mereka yang tidak mau mendengarkan perkataan orang-orang berilmu. Apalagi, mereka yang secara terbuka membenci ulama.
Orang yang senantiasa shalat sendirian juga disebut celaka oleh Nabi SAW. Karena itu, kaum Muslimin diimbau untuk berupaya rutin shalat berjamaah.
Yang selamat
Sudah kita ketahui tentang siapa saja yang terhina dan celaka. Lantas, seperti apakah orang-orang yang selamat itu? Mereka adalah yang selalu berupaya meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhannya.
“Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan” (QS an-Nur: 52).
Takwa begitu penting untuk seseorang mencapai keselamatan di dunia dan akhirat. Itu tidak hanya berarti rasa takut kepada Allah. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, di dalam takwa terkandung banyak hal: cinta, kasih, harap, cemas, tawakal, ridha, dan sabar. Pengejawantahan dari iman dan amal saleh, itu pun berarti takwa.