REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setelah Perang Hawazin berakhir, sejumlah tawanan yang terdiri atas anak-anak dan para wanita dihadapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perang Hawazin disebut juga sebagai Perang Hunain, yakni pertempuran antara Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya melawan beberapa kabilah Arab di antaranya Bani Tsaqif, Hawazin dan beberapa kabilah lainnya.
Perang Hawazin atau Perang Hunain terjadi pada bulan Syawal tahun 8 Hijriyah di lembah Hunain, yaitu antara kota Makkah dan Thaif.
Setelah kemenangan umat Islam di Perang Hawazin, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat melihat seorang tawanan wanita tampak sibuk sendiri. Ia melangkah ke sana kemari mencari-cari putranya.
Wanita itu tampak terguncang, berteriak-teriak, dan bertingkah seperti orang gila. Ia datangi setiap anak kecil yang sedang disusui ibunya. Ia periksa wajah mereka satu per satu.
Wanita itu berharap putranya ada di sisinya sehingga ia bisa memeluk dan menciuminya sepuas-puasnya, meskipun untuk itu ia harus mengorbankan nyawanya. Dikutip dari buku 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW yang ditulis Fuad Abdurahman diterbitkan Penerbit Noura Books, 2015.
Beberapa saat kemudian, sang ibu menemukan putranya. Seketika, air matanya mengering, akal sehatnya kembali lagi. Ia langsung meraih dan mendekapkannya ke dadanya. Tangisan anak itu membuat kasih sayangnya meluap-luap. Sang anak dipeluk dan dicium dengan lembut, lalu dirapatkan ke dadanya dan ia susui.
Rasulullah SAW yang sangat penyayang dan pengasih melihatnya dengan tatapan penuh kasih. Beliau melihat sang ibu sangat letih. Begitu lama ia menanggung kerinduan yang sangat dalam kepada putranya. Derita ibu dan anak itu sungguh teramat besar.
Para sahabat yang duduk bersama Nabi Muhammad SAW melihat tingkah ibu dan anak itu.
Setelah si ibu terlihat tenang, Rasulullah SAW melihat kepada para sahabat dan bertanya, "Menurut kalian, apakah ibu itu akan rela jika anaknya dilemparkan ke dalam kobaran api?"
Para sahabat terkejut mendengar pertanyaan Rasulullah SAW. Mungkin mereka berpikir bagaimana mungkin si ibu melempar anaknya ke dalam api? Bukankah anaknya itu adalah belahan jiwanya? Bagaimana bisa ia lemparkan anaknya ke dalam siksa? Mereka melihat ibu itu sangat mengasihi putranya sehingga mengabaikan penderitaan dirinya sendiri. Ia menciumi, memeluk, dan membasahi wajah anaknya dengan cucuran air matanya. Bagaimana mungkin ia melemparkan anaknya ke dalam api, padahal ia adalah ibu yang penuh kasih sayang?
Para sahabat menjawab, "Tentu saja tidak, wahai Rasulullah. Demi Allah, ibu itu pasti tidak akan rela. Ia tidak akan pernah bisa melakukannya."
Nabi Muhammad SAW berkata, "Kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya lebih besar dibanding kasih sayang ibu itu kepada anaknya."
Demikian Nabi Muhammad SAW menggambarkan kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang.