Corak arsitektur yang ditampilkan Masjid Wapauwe barangkali tampak sederhana. Akan tetapi, ada keunikan di sana bila diperhatikan dengan saksama. Masjid ini dibangun tanpa paku. Sebagai gantinya, pasak-pasak kayu digunakan untuk menyambung antarsetiap bagian bangunan.
Alhasil, setiap bagian-bagiannya dapat dibongkar pasang. Inilah salah satu keunikannya sehingga memungkinkan masjid tersebut bisa dipindah-pindah dari satu area ke area lain.
Banyak bagian bangunan tersebut yang menerapkan pola tradisional Maluku. Sebagai contoh, dinding masjid tersebut yang terbuat dari gaba-gaba, yaitu pelepah sagu yang dikeringkan. Setengah dinding itu, termasuk yang telah dipugar, didirikan dengan bahan campuran kapur.
Seni cipta bangunan Jawa terlihat mempengaruhi Masjid Wapauwe. Sisi interiornya memiliki saka guru atau empat pilar yang menyangga bagian atap. Atapnya pun berupa tajug bertingkat, sehingga lagi-lagi menampilkan kekhasan Jawa. Penutup atas bangunan itu terbuat dari daun-daun rumbia kering. Pada puncaknya, terdapat ukiran kayu berbentuk silindris dengan alur-alur dan molding.
Masjid Wapauwe juga menyimpan Mushaf Nur Cahya. Teks itu selesai ditulis pada 1590, tanpa iluminasi pula. Mushaf yang tergurat pada kertas Eropa itu ditulis oleh seorang cucu Imam Arikulapessy. Ada pula sebuah kitab Barzanji dan sekumpulan naskah khutbah. Dari tarikh yang ada, manuskrip tersebut berasal dari masa 1661 M.