REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apa yang ada di benak Anda begitu mendengar kata kastil? Mungkin imajinasi pembaca akan tertuju pada gambaran tentang bangunan-bangunan khas Eropa abad pertengahan yang di dalamnya terdapat menara-menara tinggi beratap kerucut serta dikelilingi tembok tebal dan parit yang dalam.
Mungkin juga bayangan tentang negeri dongeng dalam film-film Walt Disney. Pada faktanya, Benua Biru memang banyak menyimpan istana-istana kaum ningrat yang dinamakan demikian.
Di Jerman, Kastil Schwetzingen merupakan salah satu kompleks istana dari masa silam yang terjaga sampai saat ini. Uniknya, di dalamnya terdapat sebuah masjid cantik yang dikelilingi taman nan asri dan kolam air jernih. Masjid Schwetzingen juga terbilang sarat nilai sejarah karena itulah masjid pertama yang berdiri di Jerman. Keberadaannya di tengah kompleks kastil menandakan tingginya rasa toleransi di negeri tersebut sejak abad ke-18.
Sejarah mencatat, pada zaman Turki Utsmaniyah (1300-1922), agama Islam sudah menyebar di jantung Benua Eropa. Khususnya Jerman, dakwah mulai menyentuh penduduk setempat sejak periode 1700-1800 melalui para imigran asal Turki. Komunitas Turki memegang peran signifikan dalam diseminasi ajaran Islam di sana bahkan sampai sekarang. Masjid Schwetzingen menjadi satu di antara 2.500 masjid yang hadir untuk publik Jerman hari ini.
Masjid Schwetzingen (bahasa Jerman: Schwetzingen Moschee) dibangun pada 1779-1791 oleh seorang arsitek Prancis yang bekerja pada Dinasti Palatinate. Pada masa itu, gaya arsitektur Turki memang sedang populer di kalangan bangsawan Jerman. Bangunan berjuluk Masjid Merah itu sengaja didirikan untuk menunjukkan kesan penghormatan terhadap budaya dan kepercayaan religius bangsa-bangsa lain. Kompleks kastil itu sendiri kini termasuk Negara Bagian Baden-Wrttemberg di Jerman.
Bagaimanapun, penamaan masjid perlu diluruskan terkait bangunan ini. Sebab, Masjid Schwetzingen tidak difungsikan sebagai tempat shalat, melainkan objek wisata--sebagaimana keseluruhan kastil tersebut. Setiap Senin, bangunan yang dilengkapi dua menara tinggi di kanan dan kirinya itu dibuka untuk umum. Setiap tahun, juga diseleng garakan festival musim panas di area Kastil Schwetzingen.
Konstruksi yang dirancang arsitek Nicolas de Pigage (1723-1796) itu disebut-sebut sebagai hadiah dari salah seorang istri raja Palatinate yang beretnis Turki dan beragama Islam.
Sang arsitek, Pigage, terbukti piawai dalam mengelaborasi elemen-elemen arsitektur Islam khas Afrika Utara. Kuat dugaan, inspirasinya berasal dari narasi kisah Seribu Satu Malam yang memang amat digemari kalangan intelektual Jerman pada zaman Pencerahan--contoh paling cemerlang adalah Johann Wolf gang von Goethe (1749-1832), cendekia wan Jerman yang dalam pelbagai karyanya mengutarakan kekaguman terhadap khazanah sastra Islam.