Selasa 27 Aug 2024 11:28 WIB

Saat Dinikahi Rasulullah, Apakah Maria Al-Qibtiyah Sudah Bersyahadat?

Istri-istri Nabi cemburu atas kehadiran wanita Mesir itu.

Rep: Muhyiddin/ Red: A.Syalaby Ichsan
ILUSTRASI Rasulullah SAW.
Foto: dok publicdomainpictures
ILUSTRASI Rasulullah SAW.

REPUBLIKA.CO.ID, Pernikahan dalam pandangan Islam baru dianggap sah apabila memenuhi rukun dan persyaratan yang ditetapkan agama. Salah satu syaratnya adalah calon suami yang ingin beristrikan wanita Muslimah harus Muslim juga yang ditandai dengan pembacaan syahadat.

Namun, dalam sejarah dijelaskan bahwa umat Islam dulu banyak yang menikah dengan wanita yang memiliki keyakinan agama berbeda. Bahkan, hal ini sudah terjadi sejak era kenabian, di mana Rasulullah menikah dengan seorang wanita ahlul kitab, Maria Al-Qibtiyah.

Baca Juga

Saat bertemu dengan Maria, Rasulullah menyukainya. Dalam buku Beginilah Rasulullah Menggauli Istri-istrinya, Badrut Tamam menjelaskan, istri-istri Nabi pun cemburu atas kehadiran wanita Mesir itu, sehingga Nabi harus menitipkan Maria di rumah Haritsah bin Nukman yang teletak di sebelah Masjid Nabawi.

Kemudian, Rasulullah menawarkan kemerdekaan bagi Maria yang saat itu masih berstatus sebagai hamba sahaya. Beliau pun juga menyampaikan keinginannya untuk menikahinya. Namun, Maria menolak dan tetap memilih menjadi budak Rasulullah.

Dalam buku Biografi Istri-Istri Nabi, Ali Yusuf Subekti mengungkapkan, Maria saat itu masih meyakinkan dirinyai bahwa dia hanyalah seorang hamba sahaya dengan tujuan agar tetap memiliki hati yang luhur sesuai ajaran agama Kristen. Rasulullah kemudian menerima pilihan Maria dan sama sekali tidak keberatan atas keputusan nya itu.

Kendati demikian, Rasulullah akhirnya mengubah status Maria menjadi istrinya di ka langan keluarganya. Rasulullah menempat kan Maria tidak tidak jauh dari rumah para ummul mukminin dengan statusnya yang tidak sama dengan istri-istrinya yang lain.

Maria dikenal dengan sebutan Sariyyat Rasulullah, yakni istri sah menurut syariat, tetapi tidak berstatus resmi sebagi istri sepenuhnya. Sebab, Maria merupakan wanita pemberian atau hadiah dari pihak lain yang berstatus hamba sahaya.

Terdapat dua pendapat di kalangan cendikiawan terkait dipilihnya Maria sebagai hadiah untuk Rasulullah dari pemimpin Mesir, Raja Muqauqis. Pertama, Abu Shalilh Al-Arman mengatakan bahwa Maria dikirim kan Muqauqis untuk menjalin kerja sama yang baik dengan Rasulullah. Kedua, agar Maria bisa menjelaskan kepada kaumnya tentang kebenaran Muhammad sebagai nabi atau sekadar sebagai raja biasa.

Tugas seperti itu tentu sangat sulit bagi Maria jika tidak tinggal bersama Rasulullah dalam satu atap. Sementara, Raja Muqauqis ti dak menemukan gadis lain yang lebih baik dari Maria Al-Qibtiyah untuk menyelidiki Nabi Muhammad. Raja Muqauqis juga mengi rim saudari Maria yang bernama Si rin serta beberapa orang untuk melindungi Maria.

Dalam buku Biografi Istri-Istri Nabi dijelaskan, saat pergi ke negeri Hijaz, Maria mengenakan pakaian biarawati. Kemudian, ia masuk ke dalam rumah Rasulullah yang sederhana. Maria juga melihat pola hidup Rasulullah yang sederhana.

Di rumah Rasulullah, Maria makan di meja makan yang terbuat dari kulit, makan makanan yang dimakan hamba sahaya. Maria mengetahui bahwa pola hidup Muhammad yang sederhana itu sama dengan yang dia baca dalam kitab Injil yang dibawa Isa putra Maryam.

Setelah dijadikan istri, Maria merasakan betul perhatian dan kasih sayang Ra sulullah. Hatinya menjadi tenteram dan jiwanya menjadi tenang. Meskipun ia bukan ummul mukminin, hanya sariyyah, tapi ia ridha diminta Rasullah untuk mengenakan hijab seperti istri Nabi yang lain.

Maria melahirkan putra Rasulullah yang diberi nama Ibrahim. Namun, dalam usia kurang dari dua tahun, Ibrahim menderita sakit dan kemudian meninggal dunia. Tak begitu lama sepeninggal Ibrahim pada tahun ke-10, pada 12 Rabiul Awal tahun ke11 Hijriyah, Rasulullah pun wafat.

 

Masih simpang siur..

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement