Selasa 27 Aug 2024 08:00 WIB

Benarkah Ali tak Akui Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar?

Inilah kisah Ali bin Abu Thalib pada masa awal kepemimpinan Abu Bakar ash-Shiddiq.

Ali bin Abi Thalib
Foto:

Abu Bakar dalam pidatonya menegaskan adanya keutamaan dalam diri golongan Muhajirin dan Anshar. Mertua Nabi SAW itu kemudian menyimpulkan, pemimpin hendaknya berasal dari Muhajirin, sedangkan menterinya (wazir) dari Anshar. Situasi kembali menghangat.

Pemuka Bani Khazraj, Al-Habab bin Munzir, menegaskan keinginan kaum Anshar untuk memiliki tampuk pimpinan. Bahkan, Ibnu Munzir sampai-sampai mengajak agar masing-masing golongan boleh memiliki pemimpin yang berbeda. Keadaan semakin tegang.

Mendengar itu, Basyir bin Saad bangkit. Tokoh Anshar dari Bani Aus ini meminta hadirin untuk tetap tenang. Ditegaskannya pula, kaum Anshar dalam membela Islam semata-mata didasari niat Lillahi Ta'ala dan ketaatan pada Nabi SAW.

Oleh karena itu, menurut dia, tidak layak mereka berebut jabatan dari kaum Muhajirin. Apalagi, Rasul SAW sendiri berasal dari Suku Quraisy. Lebih berhak bila kaumnya tampil untuk memimpin umat.

Ucapan ini ternyata menyentuh hati seluruh tokoh di balai pertemuan tersebut. Ketika nama Rasulullah SAW disebut-sebut, perasaan mereka campur aduk, sedih dan malu. Orang-orang yang tadinya berkeras ingin kaumnya mendapatkan jabatan, kini tertunduk.

Mengutip buku Ensiklopedi Tematis Dunia, inilah detik-detik munculnya era Khulafaur rasyidin. Sesudah para peserta terkesima pidato Basyir bin Saad, Abu Bakar kemudian mengusulkan agar mereka seluruhnya berbaiat kepada salah satu dari dua tokoh ini: Umar bin Khattab atau Abu Ubaidah bin Jarrah.

Namun, keduanya secara serentak menolak usulan itu. Umar merasa Abu Bakar lebih layak menjadi pemimpin. Hal yang sama diyakini Abu Ubaidah dan Basyir bin Saad. Akhirnya, seluruh hadirin menyatakan sumpah setia kepada Abu Bakar.

Peristiwa ini disebut sebagai Baiat Pertama. Adapun Baiat Kedua diselenggarakan di Masjid Nabawi dengan dihadiri seluruh penduduk Madinah. Ali bin Abi Thalib sempat terlambat menyatakan sumpah setia terhadap Abu Bakar.

Hal ini dilakukannya untuk menenggang perasaan istrinya yang juga putri Rasul SAW, Fatimah. Suatu kali, Fatimah menanyakan perihal harta warisan ayahnya. Namun, Abu Bakar menjawab, "Setiap rasul tidak pernah meninggalkan warisan bagi keluarganya." Mendengar itu, perempuan mulia tersebut agaknya kurang begitu senang.

Untuk menjaga perasaan istrinya itu, Ali menunda melakukan baiat hingga Fatimah meninggal dunia, yakni sekitar 15 bulan pasca-Rasulullah SAW wafat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement