Kamis 22 Aug 2024 11:17 WIB

Pansus Soroti Alokasi Kuota Haji Saat Kuota Tambahan tanpa MoU

Indonesia mendapat tambahan 20 ribu kuota haji dari Saudi.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Nusron Wahid (kiri) dan Wakil Ketua Pansus Marwan Dasopang (kanan) memimpin Rapat Pansus Angket Haji yang menghadirkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, di Ruang Badan Anggaran DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Dalam Rapat tersebut Pansus Angket Haji meminta penjelasan mengenai penyelenggaraan Ibadah Haji 2024, salah satunya terkait dugaan penyalahgunaan alokasi kuota haji tambahan.
Foto: ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji Nusron Wahid (kiri) dan Wakil Ketua Pansus Marwan Dasopang (kanan) memimpin Rapat Pansus Angket Haji yang menghadirkan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief, di Ruang Badan Anggaran DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). Dalam Rapat tersebut Pansus Angket Haji meminta penjelasan mengenai penyelenggaraan Ibadah Haji 2024, salah satunya terkait dugaan penyalahgunaan alokasi kuota haji tambahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Panitia Khusus Angket Penyelenggaraan Haji 2024 (Pansus Angket Haji) Saleh Partaonan Daulay menyoroti masalah persetujuan alokasi kuota haji sebanyak 241 ribu, di saat kuota tambahan belum dimuat dalam MoU dengan Arab Saudi.

 

Baca Juga

Saleh menjelaskan saat persetujuan itu dilakukan tepatnya pada 27 November 2023, jumlah kuota haji yang pasti didapatkan Indonesia adalah sebanyak 221.000, namun alokasi kuota yang ditentukan oleh Komisi VIII DPR RI bersama Kementerian Agama (Kemenag) sebanyak 241.000 jamaah dengan 20.000 di antaranya adalah kuota tambahan, namun belum dimuat dalam MoU dengan Arab Saudi.

 

"Berarti 221 ribu itu, itulah yang mesti disepakati tanggal 27. Nah, yang 20 ribu itu mestinya disepakati Januari karena di situ baru ada kepastian kuota yang ada tambahannya. Kalau 221 ribu memang ada, memang pasti dapat. Kenapa tanggal 27 November ini, Komisi VIII menyetujui juga (241 ribu)? Ini kan tanda tangan ini Komisi VIII dan pemerintah," kata dia dalam Rapat Pansus Angket Haji bersama Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

 

Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang menyampaikan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bersama Komisi VIII sudah menandatangani hasil rapat terkait alokasi kuota haji pada Senin, 27 November 2023.

 

"Komisi VIII dan Kemenag RI menyepakati kuota haji Indonesia tahun 2024 sebanyak 241.000 jamaah, dengan rincian kuota jamaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jamaah haji khusus sebanyak 19.280 orang," ujar dia.

 

Penentuan alokasi itu didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah yang mengatur bahwa kuota haji reguler sebesar 92 persen dan kuota haji khusus sebesar 8 persen.  

 

Dirjen PHU Kemenag Hilman pun telah menyampaikan bahwa pada 27 November, pihaknya memang belum mendapatkan dokumen nota kesepakatan (MoU) terkait kuota haji tambahan.

"Seminggu sebelum kesimpulan itu dirumuskan, saya sebagai Dirjen juga sudah mengirimkan surat kepada Wakil Menteri Haji waktu itu, untuk meminta kepastian terkait dengan kuota tambahan tersebut agar harapannya saat itu, ketika keputusan kita sudah betul-betul clear, bahwa dari sana informasinya ada. Jadi, perlu kami sampaikan bahwa pada saat disepakati ya memang kami belum mendapatkan dokumen apa-apa, baik itu dalam bentuk surat maupun e-Hajj," ujar dia.

 

Tambahan kuota 20.000, kata dia melanjutkan, mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Saudi pada 8 Januari 2024. Hal itu tertuang dalam MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi.

 

Terkait tanggapan itu, Saleh yang merupakan anggota Komisi IX DPR itu menilai, baik Kemenag maupun Komisi VIII, mengambil langkah yang memiliki konsekuensi pelanggaran hukum.

 

"Kenapa waktu itu muncul angka ini 241 ribu ini usulan pemerintah, tapi kenapa DPR menyetujui dan kenapa Anda menyatakan itu setuju? Di sini, kalau dengan konsekuensinya ada pelanggaran hukum di sini sebetulnya. Pelanggaran pada pasal-pasal itu disebabkan pada persetujuan ini," kata dia.

 

DPR menilai Menteri Agama menyalahi ketentuan alokasi kuota haji karena pada Maret 2024 memutuskan kuota tambahan dialokasikan menjadi 10 ribu untuk jamaah haji reguler dan 10 ribu untuk jamaah haji khusus, padahal Pasal 64 UU 8/2019 menyatakan alokasi kuota 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk kuota haji khusus.   

 

Sementara itu, Menag memutuskan alokasi kuota tambahan menjadi 50 persen banding 50 persen, berdasarkan Pasal 9 UU 8/2019 yang menyebutkan dalam hal terdapat penambahan kuota haji Indonesia, Menteri menetapkan kuota haji.   

 

Alokasi dengan perbandingan 50 persen itu dilakukan untuk mencegah terjadi kepadatan jamaah haji di Mina. Di Mina, terdapat lima sektor dan jamaah Indonesia biasa ditempatkan di sektor 3 dan 4. Sementara sektor 1 dan 2, diperuntukkan bagi jamaah haji khusus.   

 

Di sektor 3 dan 4, jamaah Indonesia juga harus berbagi dengan jamaah dari Malaysia, China, hingga Filipina. Kemenag tak bisa membayangkan bagaimana kepadatan yang terjadi apabila 20 ribu orang bergabung dengan jamaah reguler normal di tenda maktab yang terbatas.  

 

Akhirnya, Indonesia mengusulkan untuk memasukkan kuota haji tambahan ke zona 2 yang relatif masih kosong. Namun jalur itu, biasanya dipakai oleh jamaah haji khusus. Dengan demikian, ada pengalihan kuota ke jamaah haji khusus.

 

Saleh lantas menilai peran DPR dalam menyetujui alokasi kuota sebanyak 241 ribu itu pun perlu dievaluasi.

 

"Di sini, ada juga peran DPR yang perlu kita dudukkan dan koreksi bersama, kenapa kita setuju," ucapnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement