REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam buku Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Prof Ali Muhammad ash-Shalabi melukiskan sosok Osman Ghazi, sang pendiri Dinasti Turki Utsmaniyah. Tokoh yang wafat pada tahun 1323 M ini digambarkan sebagai seorang pemimpin yang saleh.
Osman Ghazi dekat dengan kaum ulama. Seorang sufi, Syekh Edebali, merupakan guru dan sekaligus mertuanya.
Mursyid tarekat itu memberikan kepadanya sebilah pedang. Senjata tersebut menyimbolkan bahwa kekuasaan merupakan amanah dari Allah SWT.
Karena itu, pemerintahan yang diselenggarakannya mesti selaras dengan syariat agama. Hingga abad ke-16 M, Pedang Osman menjadi tradisi yang selalu dilakukan kalangan istana Utsmaniyah tiap momen pengangkatan raja baru.
Osman juga pernah bermimpi mendapatkan sinar terang. Sang syekh menakwilkan mimpi itu bahwa menantunya ini kelak akan memperoleh kekuasaan yang besar.
Menjelang wafatnya, Osman memberikan banyak nasihat kebajikan kepada putra-putranya. Seperti dirangkum ash-Shalabi dari Mas'at Bani Utsman, berikut ini beberapa petuah bijak dari sang peletak fondasi Dinasti Utsmaniyah.
“Sungguh, saya akan berpindah ke haribaan Tuhan. Saya akan sangat bangga jika eng kau menjadi sosok yang adil terhadap rakyat, berjihad di jalan Allah, dan menyebarkan syiar Islam.
Wahai anak-anakku! Kuwasiatkan kepadamu agar dekat dengan alim ulama. Perhatikanlah mereka. Hormatilah mereka. Selalu ber musyawarah dengan mereka. Sebab, para ahli ilmu tidak akan pernah menyuruh kecuali pada kebaikan.
Ketahuilah, wahai anak-anakku, bahwa jalan kita satu-satunya di dunia ini adalah jalan Allah. Tujuan kita satu-satunya adalah menyebarkan agama Allah. Kita bukanlah orang yang mencari kedudukan dan dunia.”
Menurut ash-Shalabi, pesan-pesan itulah yang menjiwai tekad para penguasa Utsmaniyah, khususnya dalam periode awal dinasti Turk tersebut. Karena itu, mereka amat memperhatikan pembangunan peradaban Islam.
Para sultan Turki berambisi merealisasikan sabda Nabi Muhammad SAW mengenai penaklukan Konstantinopel. Berabad-abad silam, Rasulullah SAW pernah ditanya oleh para sahabat, Manakah yang lebih dahulu jatuh ke tangan Muslimin, Konstantinopel atau Roma? Maka beliau menjawab, "Kota Heraklius (Konstantinopel)."
Nabi SAW juga menegaskan, sebaik-baik pemimpin adalah yang memimpin penaklukkan Konstantinopel; sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukkan kota itu.
Hingga tutup usia, Osman tidak jua menyaksikan jatuhnya Konstantinopel ke tangan umat Islam. Barulah pada pertengahan abad ke-16 M, nubuat Nabi Muhammad SAW terbukti menjadi kenyataan.
Seorang keturunan Osman Ghazi, yakni Mehmed II, berhasil memimpin pasukan Utsmaniyah dan menguasai Konstantinopel. Dengan menerapkan strategi yang brilian serta upaya-upaya yang pantang menyerah, dia dapat memasuki jantung Romawi Timur itu pada 29 Mei 1453 M.
Beberapa dekade kemudian, Turki Utsmaniyah resmi berstatus kekhalifahan. Ini setelah raja Utsmaniyah saat itu dapat mengendalikan pemerintahan atas tiga tanah suci Muslim: Makkah, Madinah, dan Baitul Madis. Demikianlah, Impian Osman terwujud.