REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Osman Ghazi dikenal sebagai pendiri Kesultanan Turki Utsmaniyah (Ottoman). Dia memiliki dua orang istri, yakni Rabia Bala dan Malhunputri seorang tokoh Turk, Omer Abdulaziz. Dari pernikahannya, ia dikaruniai enam orang putra. Namun, hanya dua anak yang tumbuh hingga mendewasa, yaitu Alauddin Pasha dan Orhan.
Alauddin cenderung menyukai peran sebagai ahli ilmu. Anak yang lahir dari rahim Rabia Bala itu memiliki kepandaian dan kebijaksanaan layaknya seorang cendekiawan. Sifatnya cukup berbeda dengan sang saudara tiri.
Adapun Orhan mewarisi bakat militer ayahnya. Buah hati Malhun itu pun tampil sebagai perwira yang cakap dalam memimpin pasukan. Sesudah wafatnya Osman pada 1324, dialah yang kemudian diangkat menjadi penerus takhta. Sejak itu, namanya lebih dikenal sebagai Orhan Ghazi. Sementara, Alauddin menjadi wazir.
Ketika Osman meninggal, wilayah Utsmaniyah mencapai seluas 16 ribu km persegi di Anatolia Barat. Orhan meneruskan kebijakan ekspansif ayahnya. Berbagai ekspedisi penaklukan dilakukannya dengan sukses. Salah satu prestasi terbesarnya adalah menguasai Nikomedia pada 1327 M.
Prof Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah mengatakan, Sultan Orhan sangat terobsesi oleh hadis Nabi Muhammad SAW mengenai takluknya Konstantinopel di bawah panji-panji Islam.
Dia pun berikhtiar untuk mewujudkan nubuat Rasulullah SAW itu. Pertama-tama, dirinya menyusun langkah-langkah strategis guna mengepung jantung Kekaisaran Bizantium tersebut. Putranya yang bernama Sulaiman kemudian ditugaskannya untuk memimpin pasukan.
Mereka melintasi Selat Dardanela dan berhasil merebut sejumlah kapal milik Bizantium. Dengan armada tersebut, balatentara Utsmaniyah ini menjalankan misi perebutan beberapa benteng Romawi di dekat Konstantinopel. Namun, penerus takhta Orhan Ghazi itu kemudian gugur dalam sebuah pertempuran.
Tidak hanya sibuk di dunia militer untuk menggempur Bizantium, Orhan juga melakukan langkah-langkah reformatif dan pembangunan.
Dia membangun banyak fasilitas publik, termasuk masjid-masjid, sekolah-sekolah, dan akademi-akademi ilmu pengetahuan. Untuk setiap desa terdapat madrasah. Pada setiap kota, dirinya mendirikan fakultas yang menjadi tempat pengajaran ilmu agama maupun umum.
Menurut ash-Shalabi, dalam setiap pembukaan wilayah baru Orhan selalu mewujudkan tatanan masyarakat madani. Mereka difasilitasi untuk menjadi warga setempat yang terdidik, militan, serta berbudaya. Hal itu pada akhirnya semakin meningkatkan wibawa Kesultanan Utsmaniyah di mata negeri-negeri jiran.
Duet Orhan-Alauddin membawa kemajuan bagi negeri Muslim tersebut. Pemerintahan mereka mengutamakan keadilan dan stabilitas dalam negeri. Selain Nikomedia, berbagai kota berhasil direbutnya dari tangan Bizantium. Wilayah kekuasaannya sampai pada Semenanjung Gallipoli, Balikesir, Bergama, Bolu, dan Ankara.
Antara tahun 1341 dan 1347, Bizantium dilanda perang saudara. John VI Kantakouzenos yang baru mengangkat dirinya sebagai kaisar baru ketakutan akan dikudeta. Mantan jenderal Romawi itu lalu bersekutu dengan Utsmaniyah. Hal itu dilakukan melalui pernikahan putrinya, Theodora, dengan Orhan Ghazi pada Januari 1346
Begitu memasuki usia sepuh, Orhan lebih suka menghabiskan waktu dengan beribadah di masjid negara. Setelah lebih dari 35 tahun berkuasa, ia wafat pada 21 Mei 1361. Anak keduanya, Murad, kemudian menjadi penerus kepemimpinan atas seluruh Utsmaniyah.