REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapudan Pasha Hayreddin Barbarossa menjadi tokoh penting yang membawa kejayaan Turki Utsmaniyah di lautan awal abad ke-16 M. Pada Juni 1543, armadanya bahkan nyaris saja menguasai Roma, jantung dunia Kristen Latin.
Namun, kota itu urung dikuasainya setelah mendengarkan saran dari duta besar Prancis untuk Turki, Antoine Escalin des Aimars. Diplomat yang juga akrab disapa Kapten Polin itu berusaha meyakinkan Hayreddin dengan mengatakan, Paus adalah salah satu sekutu Utsmaniyah di Eropa.
Memang, Prancis di bawah pemerintahan Raja Francis I menjalin aliansi yang tidak setara dengan Utsmaniyah. Dikatakan `tidak setara' karena dalam hal ini sang raja lebih membutuhkan bantuan Sultan Suleiman al-Qanuni daripada sebaliknya.
Kebutuhan itu terutama didasari persaingan yang keras antara Prancis dan Spanyol, yang kala itu dipimpin rival Suleiman I di Mediterania, Raja Charles V.
Karena bertindak di bawah bendera Utsmaniyah, Hayreddin tidak bisa sembarangan. Ia pun membiarkan Roma sesuai dengan saran sang duta besar Prancis.
Keduanya lantas meneruskan misi untuk membebaskan kota-kota pelabuhan di selatan Prancis dari cengkeraman Spanyol. Pada Agustus 1543, Nice berhasil dikuasai. Sebagai bentuk terima kasih, Francis I mengizinkan Hayreddin dan pasukannya untuk singgah di Toulon. Pada waktu itu, katedral setempat diubah sementara menjadi masjid. Azan untuk pertama kalinya berkumandang dari menara bangunan tersebut.
Dua tahun sesudah misi di Nice, Hayreddin kemudian pensiun dari jabatannya. Pada 1546, ia menghembuskan napas terakhir. Jenazahnya dimakamkan di Konstantinopel (Istanbul).
Perang Lepanto, awal kemunduran ...