REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setiap Muslim yang sudah mukalaf dan mampu secara finansial dan kesehatan wajib untuk menunaikan ibadah haji. Lazimnya, pasangan suami istri akan pergi ke Tanah Suci berdua sehingga bisa saling menjaga.
Karena itu, muncul pertanyaan apakah benar Islam mewajibkan suami untuk menghajikan istri? Anggota Dewan Syariah Nasional Ustaz Oni Sahroni mengatakan, fikih menghajikan istri atau menyediakan biaya berhaji bagi istri bukan kewajiban suami. Meski demikian, jika suami mampu menghajikan istri, itu menjadi pilihan terbaik yang idealnya ditunaikan oleh setiap suami.
Hal ini sebagaimana pandangan Lembaga Fatwa al-Azhar, Lembaga Fatwa Mesir, Syekh ‘Athiyah Saqr (Ketua Komisi Fatwa al-Azhar pada zamannya), Syekh ‘Uwaidhah Utsman (Sekretaris Fatwa Dar al-Ifta Mesir), dan Majdi Asyur (Penasihat Mufti Mesir).
Kesimpulan ini didasarkan pada tuntunan dan dalil berikut.
Pertama, menghajikan istri bukan bagian dari kewajiban suami karena,
(1) Tidak ada nash ayat ataupun hadis yang menegaskan bahwa biaya haji istri itu adalah tanggung jawab suami sehingga tidak harus ditunaikan. Karena tidak ada nash sehingga tidak wajib, maka selanjutnya para ulama menegaskan bahwa menghajikan istri itu hukumnya sunah.
(2) Yang menjadi tanggung jawab suami adalah nafkah keluarga (termasuk istri). Sedangkan biaya haji istri itu bukan bagian dari komponen nafkah yang dimaksud.
(3) Istri memiliki dzimmah maliah tersendiri dan istitha’ah ada pada pundaknya. Lembaga Fatwa Mesir menjelaskan,
أن للزوج ذمة مالية مستقلة عن زوجته وللزوجة كذلك ذمة مالية مستقلة عن زوجها، فإذا كان أحدهما مستطيع للحج دون الآخر، وجب الحج على المستطيع منهما دون غيره سواء أكان المستطيع الزوج أم الزوجة.
"Bahwa walaupun suami istri itu ada dalam satu rumah tangga, tetapi hak finansial keuangan dan entitasnya berdiri sendiri, terpisah sebagai entitas tersendiri. Jika istri mampu secara finansial untuk menunaikan haji, maka ia sebagai pribadi menjadi wajib haji."
ومن شروط وجوب الحج الاستطاعة، فإذا لم يكن عند الزوجة ما يكفي لنفقات حجها فليس الحج واجبا عليها، وليس الزوج ملزما بإحجاجها من ماله، لكنه إن فعل فهو مثاب على ذلك، وله حينئذ مثل أجر حجِها؛ لأنه السبب فيه.
"Dan karena seorang istri menjadi wajib haji saat ia mampu. Pada saat ia tidak mampu sesuai dengan kemampuan finansial pribadinya, maka ia tidak wajib haji. Tetapi pada saat suami menghajikannya, maka itu bagian dari ihsan, keutamaan, membalas kebaikannya, dan mengokohkan sakinah dalam rumah tangga."