Rabu 12 Jun 2024 16:03 WIB

BPKH Sebut Biaya Haji Indonesia Terendah di Asia Tenggara, Kok Bisa?

Rasio ideal subsidi biaya haji disebut 70:30

Rep: Tim Republika/ Red: A.Syalaby Ichsan
Konferensi Pers Pencapaian BPKH.  Anggota Badan Pelaksana Acep R. Jayaprawira saat konferensi pencapaian Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Foto: Fakhri Hermansyah
Konferensi Pers Pencapaian BPKH. Anggota Badan Pelaksana Acep R. Jayaprawira saat konferensi pencapaian Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Jakarta Pusat, Rabu (19/6).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Biaya haji Indonesia dinilai menjadi yang terendah di negara-negara se-Asia Tenggara. Prestasi tersebut dinilai buah dari hasil subsidi silang dan investasi dana haji.

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menilai keadilan biaya yang dibebankan kepada masing-masing calon haji menjadi kunci guna menjaga keberlanjutan keuangan haji. "Hal yang harus dipahami adalah perlunya menjaga keberlanjutan keuangan haji. Saat ini, nilai manfaat hasil investasi yang dihasilkan alokasinya masih lebih besar digunakan untuk mensubsidi jamaah yang berangkat saat ini," kata anggota Badan Pelaksana BPKH Acep Jayaprawira.

Baca Juga

Menurut Acep, rasio ideal subsidi adalah 70-30. Artinya, idealnya calon haji berangkat menanggung 70 persen dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH/Bipih) dan BPKH menanggung sisanya dari nilai manfaat.

"Sebagai contoh, jika biaya penyelenggaraan haji adalah Rp 100 juta, maka calon haji akan membayar Rp 70 juta bersumber dari setoran awal dan setoran lunas serta nilai manfaat dari virtual account masing-masing. Sehingga BPKH menanggung sisanya Rp 30 juta," kata dia.

Rasio penggunaan nilai manfaat terhadap biaya haji menurut Acep belum ideal. Dengan demikian, keadilan dalam pendanaan haji belum terwujud secara utuh.

Ia menilai, kualitas dan efisiensi penyelenggaraan haji yang lebih baik bisa tercapai dengan dukungan pendanaan yang memadai. Di sisi lain, BPKH memiliki beberapa tantangan dalam mengelola dana haji, di antaranya masalah regulasi yang mengikat dan berdampak pada ruang gerak yang terbatas sehingga BPKH bertindak secara hati-hati dengan perhitungan yang matang.

"Menurut Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2014, jika terjadi kerugian, pengurus BPKH harus menanggung secara bersama-sama atau istilahnya tanggung renteng, sehingga pilihan investasi yang dilakukan harus mengutamakan keamanan dana jamaah," tutur dia.

Karena itu, Acep menekankan perlunya revisi UU 34/2014 untuk memberikan fleksibilitas lebih besar kepada BPKH dalam mengelola investasi dan membentuk pencadangan kerugian. Tujuan utama BPKH adalah memastikan dana yang dikelola memberikan manfaat maksimal bagi jamaah haji. "Dan umat Islam secara keseluruhan," kata Acep. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement