Badan PBB untuk perlindungan anak-anak UNICEF memperkirakan setidaknya 17 ribu anak di Jalur Gaza tidak ditemani atau dipisahkan dari keluarga dekat mereka sejak awal konflik. Anak-anak merupakan sekitar setengah dari keseluruhan populasi pengungsi 1,7 juta orang di Gaza.
"Anak-anak dibunuh pada tingkat yang menghancurkan, seluruh keluarga dimusnahkan, dan semakin banyak orang, termasuk anak-anak, dibiarkan tanpa anggota keluarga yang masih hidup,” kata Manajer Media Regional Save The Children MENA Randa Ghazy.
Ia melanjutkan banyak dari anak-anak mengalami cacat dan menderita cedera fisik, bahkan tidak banyak dari mereka yang bisa mendapatkan perawatan medis. “Anak-anak memiliki status khusus dalam konflik, kerentanan spesifik, dan hak dan kewajiban yang berbeda kepada mereka. Mereka harus dilindungi,” ujar Ghazy.
Ghazy menambahkan laporan MSF lebih lanjut menekankan bagaimana perang telah sangat bebas dan tidak dapat diterima pada kantong yang paling rentan. Menurutnya ini yang menyebabkan peningkatan risiko eksploitasi, pengabaian, dan kekerasan untuk anak-anak sehingga berkontribusi pada risiko efek kesehatan mental parah dan jangka panjang yang jauh lebih tinggi
UNICEF mengatakan sekitar 500 ribu anak sudah membutuhkan kesehatan mental dan dukungan psikososial di Gaza sebelum peperangan dimulai. Dengan kondisi saat ini, lebih dari satu juta anak-anak membutuhkan perawatan kesehatan mental. Jalur Gaza dianggap sebagai tempat paling berbahaya di dunia untuk anak-anak.
“Kami tahu dari penelitian 2022 kami bahwa anak-anak di Gaza sudah menghadapi krisis kesehatan mental sebelum eskalasi ini setelah 15 tahun blokade yang membatasi kehidupan yang diberlakukan di Jalur Gaza oleh Pemerintah Israel. Jadi, peristiwa sejak 7 Oktober memperparah kerusakan mental yang ada,” kata Ghazy.
Anak-anak yatim piatu lebih rentan...