Senin 18 Sep 2023 16:39 WIB

Masih Terima Santri Kalong, Pesantren Al Munawwir Krapyak: Perkuat Basis Pendidikan  

Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta masih menerima santri kalong.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Muhammad Hafil
 Masih Terima Santri Kalong, Pesantren Al Munawwir Krapyak: Perkuat Basis Pendidikan. Foto:  Masjid (ilustrasi)
Foto:

Untuk mengakomodasi santri kalong ini, Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta juga menyiapkan kurikulum khusus. Dengan begitu, kurikulum antara santri kalong dengan santri mukim dibedakan.

"Kelasnya juga kita bedakan. Kalau santri mukim tentu programnya fokus, kalau santri kalong bagaimana intinya pondok itu tetap bisa membuka diri kepada siapa saja yang ingin belajar agama. Misalnya kelasnya (untuk santri kalong) dibuka setelah Maghrib sampai setelah Isya pukul 09.00 WIB, setelah itu pulang," jelasnya.

Selain itu, untuk memfasilitasi santri kalong ini juga membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang cukup. Yunan menuturkan bahwa pihaknya memiliki SDM yang cukup untuk bisa mengakomodasi santri kalong, mengingat Krapyak sendiri sudah memfasilitasi santri kalong sejak lama.

"Fasilitas kita sediakan, guru-gurunya juga kita sediakan, termasuk kurikulum kita siapkan," ujarnya.

Saat ini jumlah santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta sendiri mencapai lebih dari 2.000 santri. Namun, untuk santri kalong sekitar 100 santri, yang sebagian besarnya merupakan mahasiswa.

"Di Krapyak itu kekhasannya pondok penghafal Quran, rata-rata anak kuliah di UGM dan UIN yang ingin menghafal Alquran, dan ngekos dekat pondok. Ke pondok kadang hanya untuk setor hafalan Quran saja," kata Yunan.

Berbeda dengan Krapyak, Pondok Pesantren Tunarungu Darul A'shom di Kecamatan Sleman, DIY justru sudah tidak lagi menerima santri kalong. Pondok pesantren ini mewajibkan seluruh santrinya untuk mondok atau tinggal di pondok pesantren.

Pimpinan Pondok Pesantren Tunarungu Darul A'shom, Ustaz Abu Kahfi mengatakan, pihaknya sudah tidak tidak menerima santri kalong dalam tiga tahun terakhir. Hal ini dikarenakan ada kekhawatiran terkait pengaruh yang bisa dibawa dari luar pondok pesantren terhadap santri mukim.

"Risikonya besar sekali, sementara yang mukim ini lebih banyak. Dulu kita yang kalong itu sedikit tapi membawa risiko yang luar biasa ke yang mukim. Awalnya hanya setahun saja kita menerima santri kalong, setelah itu kami tutup karena risikonya berat," kata Abu Kahfi kepada Republika.

Ia menjelaskan, santri kalong tentu memiliki kebebasan yang lebih dibandingkan santri yang mukim di pondok pesantren. Hal ini dinilainya bisa mempengaruhi santri mukim, yang bahkan sampai tidak mau tinggal di pondok pesantren.

Selain itu, pihaknya juga akan kesulitan untuk mengawasi dan mendampingi santri kalong. Mengingat santri ini waktunya justru lebih banyak di luar, dibandingkan dalam pondok pesantren.

Santri kalong lebih banyak hanya mengikuti program dalam pondok pesantren di malam hari. Beda dengan santri mukim, yang mana pengawasannya dilakukan selama 24 jam di dalam pondok.  

"(Santri mukim) Mereka disini semua full bimbingan kita dan pengawasan kita. kalau santri kalong, mereka contohnya hanya empat jam atau lima jam di pondok pesantren adn di luar lebih lama, dan pengaruhnya lebih besar di luar," ucap Abu Kahfi

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement