REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perwakilan sejumlah pesantren di Indonesia bertekad membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Kekerasan di lingkungan masing-masing. Komitmen itu lahir dari kegiatan Pelatihan Perlindungan Anak dari Kekerasan di Lembaga Pendidikan Islam Berasrama yang berlangsung di Jakarta Selatan pada 24-26 Agustus 2025.
Pelatihan yang diikuti 16 pesantren dari berbagai daerah ini menegaskan bahwa isu pencegahan kekerasan di pesantren merupakan kepentingan bersama. Ketua Rabithah Maahid Islamiyah (RMI) PBNU, Kiai Hodrie Arif menilai langkah ini menjadi momentum penting bagi dunia pesantren.
“Komitmen membentuk Satgas Anti Kekerasan di setiap pesantren peserta adalah langkah penting untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan ramah bagi santri,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Republika, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, keterlibatan langsung pengasuh pesantren menandakan adanya tanggung jawab kolektif dalam melindungi santri dari kekerasan, baik fisik, psikis, maupun seksual.
Salah satu peserta pelatihan, Agus Ikhwan Mahmudi, Pengasuh Ponpes Al-Ittihad Kabupaten Malang, menyebut kegiatan ini bermanfaat luas.
“Pelatihan ini perlu direplikasi di berbagai wilayah, agar manfaatnya tidak berhenti di sini saja, tetapi juga dirasakan pesantren lain di seluruh Indonesia,” ucapnya.
Pesantren yang hadir berasal dari berbagai wilayah, di antaranya Pondok Pesantren Al-Khairaat (Sulawesi Tengah), Ponpes Hidayatut Tholibin (Indramayu), Ponpes Baqiyatus Sholihat (Lombok Utara), Ponpes Ulul Ilmi (Jakarta Timur), hingga Ponpes Al-Muayyad Mangkuyudan (Solo).
Para peserta menegaskan, Satgas Anti Kekerasan nantinya tidak hanya bertugas mencegah dan menangani kasus, tetapi juga berfungsi sebagai pusat aduan, pendampingan, dan edukasi.
“Ini bukan hanya program pelatihan, melainkan awal dari gerakan kolektif. Kami ingin pesantren benar-benar menjadi rumah kedua yang aman bagi santri,” kata Ikhwan.