REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menurut seorang ahli, Muslim di Prancis ditindas dan dianiaya hingga saat ini karena merupakan keturunan bangsa terjajah.
Dilansir di Anadolu Agency, Jumat (7/7/2023), Kepala penelitian di Pusat Penelitian Ilmiah Nasional Prancis Francois Burgat mengatakan komunitas Muslim Prancis telah mengalami stigmatisasi khusus selama beberapa dekade.
"Ada dua kategori kasus kebakaran yang ada di Prancis, mereka yang membakar barang-barang publik akhir-akhir ini, seperti bus dan sekolah, dan mereka yang selama beberapa dekade telah membakar ruang politik. Keduanya dikutuk," ujar dia.
Dia mengatakan masalah itu berasal dari persaingan agama antara dogma Muslim dan Kristen. "Menurut pendapat saya, umat Islam dianiaya di Prancis terutama karena mereka adalah keturunan penduduk terjajah. Generasi keempat dari keturunan tersebut akhirnya memiliki kapasitas untuk secara tegas mengklaim hak-hak warga negaranya dan menyatakan keinginan untuk mengambil bagian dalam mengukir sejarah hubungan Prancis dengan negara-negara leluhurnya,” kata dia.
Burgat lebih lanjut mengatakan warga negara Prancis yang berasal dari Afrika non-Muslim dikecualikan dengan cara yang sama. "Semua yang menyuarakan dukungan untuk hak-hak minoritas sedang didiskreditkan sebagai Islamis jika mereka Muslim, dan sebagai rasialis jika mereka non-Muslim Afrika," kata dia.
Provokasi berlipat ganda dalam tiga tahun terutama ketika Presiden Emmanuel Macron memperhatikan dia harus bersaing dengan sayap kanan untuk terpilih kembali. Ditanya tentang kemungkinan solusi untuk meredam kehebohan saat ini, Burgat mengatakan institusi yang mengendalikan unit penegakan hukum dapat diperkuat.
"Wilayah kerja jauh lebih luas dari itu, Prancis yang beragam harus melihat legitimasi dan haknya dipulihkan, atau bahkan ditegakkan," kata dia.