Rabu 11 Jan 2023 11:40 WIB

MUI Harap Korban Kekerasan Seksual Berani Lapor ke Guru dan Orang Tua

MUI Harap pelaku kekerasan seksual dihukum berat.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
MUI Harap Korban Kekerasan Seksual Berani Lapor ke Guru dan Orang Tua. Foto: Ilustrasi Kekerasan Seksual di Kampus
Foto: republika/mardiah
MUI Harap Korban Kekerasan Seksual Berani Lapor ke Guru dan Orang Tua. Foto: Ilustrasi Kekerasan Seksual di Kampus

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (PRK) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Siti Ma'rifah prihatin dan menanggapi maraknya kasus kekerasan seksual atau pencabulan. Komisi PRK MUI mengimbau agar para korban kekerasan seksual jangan takut melaporkan gurunya atau orang yang dituakan dan dihormatinya jika mereka melakukan tindakan pencabulan.

Ma'rifah mengatakan, maraknya kekerasan yang terjadi baik fisik maupun seksual memiliki tiga sisi. Pertama, penguatan kontrol pendidikan berbasis penguatan karakter berdasarkan nilai-nilai Agama harus terus dilakukan, baik melalui sistem pembelajaran maupun pengawasan terhadap pelaksanaan sistem pengajarannya oleh kementrian terkait dan komite wali santri atau wali murid.

Baca Juga

"Kedua, dengan terbukanya akses informasi di era digital ini  memiliki konsekuensi sistem pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan yang berbasis asrama dapat dilakukan pengawasan dan pengaduan, jika ditemukan pelanggaran baik itu antara pelajar atau santri, maupun yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik maupun oleh kiai terhadap santrinya," kata Ma\'rifah kepada Republika, Rabu (11/1/2023).

Ketua Komisi PRK MUI ini menegaskan, yang ketiga, dengan adanya UU perlindungan anak dan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual, maka para korban tidak boleh takut melaporkan. Meski yang melakukan tindakan kekerasan seksual adalah gurunya, orang yang dituakan atau kiainya. Jangan takut melaporkan karena dalih budaya atau agama.

Para korban jangan takut dianggap tidak sopan atau mengumbar aib saat melaporkan gurunya, orang yang dituakan atau kiainya yang berbuat cabul. Justru perbuatan cabul atau kekerasan seksual adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai agama, budaya dan ketentuan hukum, karena itu sebuah kejahatan yang memiliki konsekuensi hukum.

"Agar pelakunya tidak melakukan tindak kejahatan dan berlindung atas nama budaya dan agama, oleh karenanya tindak kejahatan seksual yang dilakukan harus dihukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku karena merusak generasi penerus bangsa," ujar Ma'rifah.

Ia menegaskan, sudah seharusnya pendidik dan pengasuh menjadi orang tua kedua setelah orang tua kandungnya yang memberikan pendidikan ilmu dan akhlak yang baik sebagai generasi penerus harapan bangsa.

Komisi PRK MUI memberikan dukungan dan dorongan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum terkait tindak pidana kejahatan seksual dengan berbagai bentuknya.

Komisi PRK MUI juga dalam program tahun 2023 melaksanakan Road Show ke beberapa pesantren di Jawa, Sumatra dan Kalimantan untuk menambah literasi dan advokasi pencegah tindak kejahatan kekerasan di pondok pesantren. Program ini bekerja sama dengan Kementerian Agama, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan organisasi pesantren.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement