REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK – Ketua Umum Gerakan Pengasuh Pesantren Indonesia (GAPPI), KH M Cholil Nafis, menegaskan pentingnya paradigma baru dalam pengembangan pesantren, yakni mencetak santri yang tidak hanya saleh dan pintar, tetapi juga kaya.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam Halaqah Pesantren GAPPI bertema “Manifesto Koperasi Pesantren sebagai Perwujudan Holding Pesantren” di Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok, Sabtu (6/12/2025).
Dalam pemaparannya, Kiai Cholil menilai mayoritas pesantren selama ini hanya fokus pada kesalehan dan kecerdasan, tetapi belum serius menyiapkan santri agar menjadi pribadi yang kuat secara ekonomi.
“Banyak orang saleh itu tidak kaya. Yang banyak itu orang saleh tapi miskin. Padahal dari lima rukun Islam, tiga itu butuh kaya: haji, zakat, dan puasa yang membutuhkan energi dan gizi,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah ini.
Menurutnya, persepsi bahwa kekayaan dapat mengurangi kesalehan adalah keliru dan justru membuat umat Islam terjebak pada kemiskinan struktural. Ia menegaskan bahwa kekayaan adalah sarana untuk memperluas kemaslahatan.
“Kita ini sering menganggap kekayaan sebagai cobaan. Padahal menjadi kaya itu penting agar kita bisa berkontribusi. Banyak mustahik karena memang tidak kaya-kaya,” ucap Waketum MUI Pusat ini.
Kiai Cholil menyampaikan bahwa GAPPI mendorong pesantren untuk mulai mencetak santri yang pintar sekaligus kaya. Santri yang cerdas tetapi miskin, menurutnya, sering kali tidak punya keberanian mempertahankan kebenaran karena kebutuhan hidup.
“Pendapat jadi tergantung pendapatan. Kalau dapur tidak aman, orang bisa goyah. Tapi kalau kaya, urusan amplop itu tidak jadi pikiran,” katanya.
Karena itu, GAPPI hanya membuka keanggotaan bagi para pengasuh pesantren yang benar-benar memiliki visi pemberdayaan ekonomi. “Makanya anggota GAPPI tidak banyak, hanya sekitar 20-an pesantren yang satu frekuensi,” jelasnya.
Dalam halaqah tersebut, Kiai Cholil juga merinci berbagai program kemandirian ekonomi pesantren yang telah berjalan. GAPPI, kata dia, tidak sekadar mengajak pesantren bergabung, tetapi justru memberikan modal usaha sejak awal.
Ia mencontohkan distribusi puluhan kambing kepada sejumlah pesantren anggota. Namun karena pengasuh kesulitan pakan, GAPPI mengalihkan program ke peternakan ayam.




