Apakah ikut melakukan hal tercela itu, atau justru menjauhinya, kemudian memohon kepada Allah agar menjauhkan hal tersebut dari dirinya dan orang-orang yang dicintainya?
Orang yang hatinya disinari ketakwaan, meski sedikit, pasti akan menggerakkan organ tubuh untuk berlindung dari dosa. Sebaliknya, orang yang terlumuri dosa, yang dikuasai syahwah bahimiyah (nafsu kebinatangan), maka dia akan menikmati dosa, bahkan sampai membunuh orang dekatnya, menghina kekasih Allah, meng anggap dirinya adalah tuhan, bahkan merasa lebih he bat dari Allah. Naudzubillah.
Di sini kita harus memperbanyak istighfar, astaghfirullah. Ini adalah zikir yang merendah kan diri kita di hadapan Allah, mengakui diri ini tidak berarti apa-apa, banyak mela kukan salah, sehingga memohon kasih sayang Sang Pen cipta. Allah berfirman, mohonlah ampunan ke pada Tuhan-Mu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun (Nuh: 10).
Setelah memohon ampunan, kita harus bersyukur. Berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Pencipta. Syekh Nawawi al-Bantani dalam Al-Futuhat al-Madaniyahmenjelaskan seperti apakah perilaku syukur dengan mengisahkan pengalaman Nabi Musa Alaihissalam berikut ini.
Suatu ketika Allah memerintahkan Nabi Musa sungguh-sungguh bersyukur kepada Allah. Lalu Nabi Musa bertanya, siapa yang mampu melakukan hal seperti itu. Kemudian Allah berfirman, jika dirinya telah menyaksikan segala nikmat berasal dari Allah maka itulah sikap syukur yang sesungguhnya.
Bersyukur itu sederhana. Kita sekadar hidup, meski diliputi banyak keterbatasan, tetap harus bersyukur, karena Allah memberi kesempatan kita untuk bernapas dan beribadah kepadanya.
Bersyukur adalah bagian dari pengakuan diri kita yang berutang kehidupan, berutang nikmat, dan banyak hal, kepada Allah. Dengan bersyukur, Allah akan menambahkan nikmat- Nya (Ibrahim ayat 7), meski kita sering tak menyadari tambahan tersebut.
Dengan kita banyak berzikir, bertakwa, bersyukur, dan beristighfar, setan akan banyak bersedih, meski dia akan terus meluncurkan seribu godaan sampai kiamat.