REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis telah menjadi rumah bagi populasi Muslim terbesar di Eropa selama beberapa dekade, namun tetap menjadi lingkungan yang tidak bersahabat untuk mereka tinggali. Secara khusus, wanita Muslim Prancis yang mengenakan jilbab atau hijab rentan terhadap Islamofobia.
Anissa adalah guru sekolah Prancis-Tunisia berusia 28 tahun yang berasal dari Tremblay-en-France. Ketika dia pergi berlibur bersama suaminya ke Picardy di wilayah utara Prancis, dia langsung merasa tidak nyaman.
“Setiap kali kami keluar dan bahkan di supermarket, orang-orang terus menatapku,” ujarnya, dilansir The New Arab, Selasa (19/7/2022).
Akhirnya, dia dan suaminya memutuskan untuk pergi, mempersingkat liburan mereka menjadi hanya satu malam. “Saya memutuskan kembali ke kota saya, di mana ada banyak Muslim dan orang kulit berwarna dan saya merasa jauh lebih nyaman.”
Anissa tidak sendirian dalam pengalamannya. Wanita Muslim Prancis ingin dilihat dan didengar, tetapi persepsi negatif yang dimiliki masyarakat Prancis membuat ini menjadi mimpi yang mustahil.
Assia adalah seorang penulis Prancis-Aljazair yang tinggal di Bordeaux. Dia menjelaskan jilbabnya merupakan tantangan terbesar dalam wawancara kerja di mana dia sering menghadapi diskriminasi.
“Saya muncul dengan jilbab saya di wawancara kerja dan bahkan jika saya memiliki kualifikasi terbaik, saya tidak mendapatkannya,” katanya.