Antara Syirik Konvensional dan Syirik Modern
KUDUS , Suara Muhammadiyah – “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. ( Al Qur’an Surat Al Kahfi : 110)
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah yang juga Wakil Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Kudus, Dr. Drs. H. Rozihan, S. H., M.Ag., menyampaikan materi pengajian dengan tema “Syirik Modern : Penguatan Paham Agama Dalam Bermuhammadiyah”.
Pengajian yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Kudus (UMKU) secara rutin dibuka oleh Rusnoto, SKM, M. Kes (Epid) Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus diikuti Pengurus Badan Pembina Harian, dosen dan tenaga kependidikan secara luring pada Selasa, 1 Maret 2022. Materi yang diterima oleh peserta pengajian adalah Syarat bertemu dengan Allah SWT (sifat-sifat Allah). Menurut Rozihan, terdapat dua kelompok yaitu:
Pertama, Beramal Sholih/berbuat baik, dimanapun berada; yang arahnya melalui ketaqwaan, karena ketaqwaan merupakan derajat tertinggi sebagaimana tercantum dalam Q.S. Al Dzariyat (51) : 15-22.
Kedua, Tidak berbuat syirik, baik dalam keadaan fakir maupun kaya, dan firman Allah dalam Q.S. Al Furqon : 67, yang artinya “Dan orang-orang yang apabila menginfakkan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir, diantarannya keduanya secara wajar”
Disampaikan juga oleh Rozihan dosen Hukum Islam Unissula Semarang adanya dua hal dalam pembagian syirik, yaitu:
Pertama, Syirik Jaliy (Jelas) – Konvensional, yang dibagi 4 (empat);
Kedua, Syirik Khafi (Halus) – Modern, yang dibagi menjadi 5 (lima), yaitu ;
Syirik tidak hanya menyangkut persoalan penyembahan terhadap berhala, Wahyu pada masa permulaan kenabian tidak terdapat kecaman terhadap penyembahan berhala, Syirik adalah kecaman terhadap keserakahan dan ketidakpedulian sosial,
Syirik modern mungkin sering kita lakukan hanya kita tidak merasa, Syirik konvensional (Jaliy) lebih mudah dihindari daripada syirik modern (Khafi), dan Syirik modern (Khafi) memperlihatkan bagaimana kekayaan, keserakahan, dan ketidakpedulian sosial mempunyai perspektif teologis (tauhid). (Supardi)