Diperkirakan sekitar setengah orang Tatar Krimea meninggal selama perjalanan ke Uzbekistan atau karena penyakit dan kelaparan berikutnya selama dua tahun pertama mereka di pengasingan. Empat negara, termasuk Ukraina, telah mengakui deportasi ini sebagai genosida.
Ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991, semenanjung itu menjadi bagian dari Ukraina, dan Tatar Krimea dapat kembali ke tanah air mereka. Mereka menghadapi tantangan sekembalinya, seperti dilarang membeli atau menyewa rumah, termasuk yang mereka miliki sebelumnya saat dideportasi.
Penerjemah yang berbasis di Kiev, Zakhida Kataky, (34 tahun) ingat saat neneknya berusaha mengunjungi rumah tempat dia dipaksa pergi pada tahun 1944. “Dia mengetuk pagar, tetapi ketika pemiliknya keluar dan menyadari apa yang dia inginkan, mereka mengusirnya dengan sangat kasar,” kata dia.
Tatar Krimea juga menghadapi stigma dan diskriminasi setelah puluhan tahun propaganda Soviet melabeli mereka sebagai kolaborator Nazi, meskipun puluhan ribu Tatar Krimea pernah bertugas di Tentara Merah. Setelah itu bertahun-tahun kemudian, kondisi menjadi lebih baik.
Misalnya, pada tahun 1991, sebuah badan perwakilan Tatar Krimea yang disebut Mejlis dibentuk. Selain itu, sekolah bahasa Tatar Krimea diperkenalkan untuk membalikkan efek larangan Soviet terhadap studi bahasa tersebut. Pada Maret 2014, Rusia menduduki dan secara resmi mencaplok Krimea setelah referendum yang disengketakan dan ditolak secara internasional.