REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Ketua majelis rendah parlemen Rusia, Duma, Vyacheslav Volodin mengatakan lembaganya berencana mengajukan pertanyaan resmi pada Majelis Nasional Prancis mengenai keberadaan tentara bayaran Prancis berperang untuk Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan setelah Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pasukannya membunuh lebih dari 60 tentara bayaran dalam sebuah serangan di Kharkiv. Sebagian besar berwarga negara Prancis.
Namun kementerian pertahanan Rusia tidak memberikan bukti lebih lanjut untuk mendukung tuduhan yang disampaikan Rabu (17/1/2024) lalu. Prancis membantah tuduhan tersebut dengan mengatakan pihaknya membela kedaulatan, kemerdekaan dan integritas wilayah Ukraina tapi tidak memiliki tentara bayaran "seperti yang lain."
"Dalam hukum Prancis tentara bayaran dilarang, penting bagi kami untuk mengetahui apakah mereka (anggota parlemen Prancis) menyadari seseorang, melanggar hukum, dengan mengirimkan prajurit untuk berperang di Ukraina," kata Volodin di aplikasi kirim pesan Telegram, Jumat (19/1/2024).
Pejabat Pemerintah Prancis mengatakan tuduhan itu bagian dari kampanye Rusia dalam mendiskreditkan Prancis. "Ini rencana penyebaran informasi palsu yang dilakukan Rusia," kata staf senior untuk kepala komite pertahanan Majelis Nasional Prancis Thomas Gassilloud.
"Ini propaganda Rusia yang tidak sehat dan tanpa dasar, kami sudah membantahnya, lebih dari segalanya ini memberi anda sedikit informasi apa yang Rusia persiapkan," kata salah satu sumber diplomatik Prancis. "Anda akan melihat lebih banyak tindakan keji beberapa bulan kedepan," tambah sumber tersebut.
Volodin yang merupakan sekutu dekat Presiden Vladimir Putin mengatakan Duma mempertimbangkan mengirim surat ke Parlemen Prancis dalam pertemuan parlemen berikutnya yang dijadwalkan 23 Januari mendatang. Pada Kamis (18/1/2024) kemarin Rusia yang mengirimkan pasukannya ke Ukraina pada 24 Februari 2022, mengumumkan akan memanggil duta besar Prancis ke Kementerian Luar Negeri Rusia.