REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Ketua Parlemen Turki Mustafa Sentop pada Senin menuduh Barat sebagai pelindung terorisme internasional. “Untuk menciptakan Islamofobia, perlu ada pihak yang menghadirkan gambaran terorisme dari para Muslim di Barat. Ini tidak terjadi dengan sendirinya. Islam tidak mengizinkan hal seperti itu. Mustahil bagi Muslim normal melakukan hal (terorisme) seperti itu," kata Sentop dalam sebuah panel tentang Islamofobia di Eropa yang diadakan di ibu kota Ankara.
Sentop mengklaim Barat menciptakan model teroris Muslim dan mereka juga mendukung model ini secara finansial dan militer. "Oleh karena itu, dunia Barat yang menciptakan Islamofobia sebenarnya adalah pelindung terorisme internasional," kata dia.
"Kami keberatan dengan pengabaian hak asasi manusia ketika menyangkut nasib para Muslim," ujar dia.
Hasil riset lembaga think tank Turki, SETA, dalam “Laporan Islamofobia Eropa 2019 “ menyebut Muslim yang tinggal di negara-negara Eropa cenderung mendapat perlakuan diskriminatif. Masyarakat Eropa menurut laporan ini semakin kewalahan oleh wacana Islamofobia.
Laporan itu juga menunjukkan pemerintah dan media arus utama berpartisipasi mereproduksi wacana Islamofobia yang membahayakan hak-hak dasar jutaan warga Eropa. Pada 2019, ada kenaikan jumlah insiden kebencian pada muslim dan bangkitnya ketakutan pada orang asing.
“Pemilihan umum di Parlemen Eropa dan beberapa parlemen nasional memperlihatkan peningkatan popularitas partai-partai ultra-nasionalis di beberapa negara,” ujar laporan tersebut.
Menanggapi laporan tersebut, Ahmad Suaedy, pengajar pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) mengatakan Islamofobia mengalami pasang naik di negara-negara barat. “Sekarang Islamofobia bukan saja persaingan di lapangan pekerjaan. Tapi juga dimanifestasikan dalam kekerasan, penyerangan fisik dan terorisme,” ujar dia, seperti dikutip di Anadolu Agency, Juni 2020.
Laporan tersebut juga mengonfirmasi orang-orang dari etnis minoritas atau ras di Uni Eropa mengalami risiko kesulitan ekonomi yang lebih tinggi, perumahan berkualitas buruk, segregasi perumahan, pengangguran dan serangan. Laporan Islamofobia itu diterbitkan setiap tahun sejak 2015 guna menyelidiki secara rinci dinamika yang mendasari yang secara langsung atau tidak langsung munculnya rasisme anti-Muslim di Eropa.
Cendekiawan Muslim sekaligus Wakil Rektor Universitas Darussalam, Gontor Ponorogo, Jawa Timur Hamid Fahmy Zarkasyi mengatakan Islamofobia di Eropa dan negara Barat lain disebabkan oleh gambaran yang sering dimunculkan oleh media, terutama media-media barat. “Wajah Islam yang sering ditampilkan adalah Islam yang penuh kekerasan dan terorisme. Padahal tidak terbukti Islam adalah ajaran yang melahirkan aksi kekerasan tersebut,” ujar dia.
Menurut dia, Barat saat ini membutuhkan sikap pluralisme lebih besar, ketimbang Indonesia. “Indonesia sudah sejak sejak lama memiliki sikap saling memahami dengan baik,” ujar dia.
https://www.aa.com.tr/id/berita-analisis/analisis-islamofobia-semakin-menguat-di-eropa-/1885605