Revolusi Kebudayaan secara efektif melarang keberadaan Islam di China. Segala jenis agama dianggap sebagai alat menindas dan membungkam kebutuhan rakyat.
Akibat revolusi ini, hanya sedikit yang tersisa dari bangunan keagamaan di atas. Tapi, jejak yang masih ada, seperti pintu, batu, struktur fasad, atau alamat yang diketahui tertulis dalam arsip. Ini merupakan representasi simbolis dari kehidupan masa lalu.
Sejarah yang ada merupakan petunjuk untuk konteks sosial dan geografi spiritual yang beragam yang diilhami dan menjadi bagian dari tempat-tempat ini. Seperti yang dikatakan oleh ahli sinologi Amerika Frederick Mote masa lalu Suzhou diwujudkan dalam kata-kata, bukan batu.
Profesor sejarah di Universitas Princeton ini mengatakan pecahan komunitas Islam Suzhou dapat disatukan dengan bantuan catatan tertulis sejarah. Catatan masa lalu yang beragam ini sama pentingnya untuk masa depan, terlebih di negara di mana setiap agama dikontrol secara ketat karena oleh pihak berwenang dianggap sebagai potensi kekuatan politik yang mengganggu stabilitas.
Sebuah laporan baru-baru ini, tentang upaya pendidikan ulang ideologis yang dilakukan oleh otoritas lokal terhadap populasi Uighur di barat laut China, membuat situasinya semakin kompleks dan layak untuk diamati dan diteliti lebih lanjut.