REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok berbagi pengalaman menjalankan agama dan toleransi di China lewat buku "Santri Indonesia di Tiongkok" yang merupakan bagian dari kegiatan Nihao Ramadhan di enam kota di Indonesia.
"Tujuannya adalah untuk menyambung silaturahim. Tujuan kedua dari program ini adalah sebagai tanggung jawab kami, kami studi, belajar, S1, S2, S3 di Tiongkok itu oleh-olehnya tidak kami simpan sendiri. Kami tulis dan ceritakan sebagian kecil melalui buku ini. Sejauh ini kami sudah menerbitkan 1.500 buku," ujar M Hasim Habibil, perwakilan PCINU Tiongkok dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Kegiatan roadshow seminar dan bedah buku "Santri Indonesia di Tiongkok" dilakukan di enam kota, yaitu Banda Aceh, Kendal, Pontianak, Indramayu, Mataram, dan Yogyakarta.
Hasim mengatakan Nihao Ramadhan telah berlangsung selama empat tahun sejak 2000. Tahun 2024 berupaya dilakukan secara luring penuh dan Aceh menjadi titik kedua setelah Jawa Tengah.
Dalam kegiatan bekerja sama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry di Banda Aceh, Aceh, Selasa (19/3), juga dihadiri secara daring oleh Atase Pendidikan KBRI Beijing Yudil Chatim yang memberikan sambutan dan mengapresiasi karya tersebut, yang memberikan gambaran kondisi di China.
"Jika kita tidak melihat langsung, kita akan mudah terjebak misinformasi dan salah persepsi, Seeing is believing," katanya.
Dalam acara pembedahan buku itu, salah satu dosen program Studi (Prodi) Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) UIN Ar-Raniry, Dr Fahri menyatakan kekagumannya terhadap buku tersebut.
Menurutnya, selama ini santri sering distereotipkan sebagai orang tidak modern, kuno, kampungan dan tidak mengerti apa-apa. Namun, buku ini menunjukkan bahwa santri telah memiliki posisi yang luar biasa.
"Saya kagum sama buku ini. Sebab, selama ini santri dipojokkan, distereotipkan, tidak modern, kuno, kampungan, tidak mengerti apa-apa, dan kolot. Tapi, di buku ini santri sudah luar biasa posisinya," tuturnya.