Kamis 10 Jun 2021 14:28 WIB

Perbedaan AS dan Prancis Dalam Memperlakukan Muslim

Representasi Islam dan Muslim di Barat dinilai masih buruk.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Perbedaan AS dan Prancis Dalam Memperlakukan Muslim. Foto: Islamofobia (ilustrasi)
Foto:

Adapun alasan masih tingginya keinginan komunitas MENA untuk tinggal di AS, dapat ditinjau dari bagaimana otoritas federal bertindak, seperti yang dilakukan Michael Bloomberg, Walikota New York saat itu, yang mendukung pembangunan Masjid Cordoba House di New York, menyebutnya sebagai simbol toleransi beragama di Amerika.

“Bloomberg menempatkan nilai-nilai Amerika di atas ideologi dan politik, tidak seperti di Prancis di mana politisi dan pemimpin nasional menggunakan ideologi dan politik di atas makna sebenarnya dari nilai-nilai sekularisme Prancis,” ujar Toumi.

Meski saat itu ingatan kengerian serangan 9/11 masih amat kental, namun Bloomberg menampik kecurigaan dan terus membela proyek itu dengan mengatakan, "Kami akan mengkhianati nilai-nilai kami jika kami memperlakukan Muslim secara berbeda dari orang lain."

“Deklarasinya, yang memberikan kebijaksanaan, bertentangan dengan Macron dan kelompoknya yang berkhotbah untuk menjinakkan Muslim yang setia di Prancis,” sambung Toumi.

New York City (NYC), kata Toumi, telah membuka babak baru untuk pemulihan hubungan antara Islam dan Barat, dengan mengakhiri skenario apokaliptik bahwa Islam berbenturan dengan Barat. Sementara itu politisi Prancis sibuk menghubungkan stigma terorisme dengan imigrasi, memperkuat kecurigaan khalayak luas pada para migran khususnya Muslim setelah serangan 9/11.

“Tampaknya, memberikan kebebasan beragama dan berekspresi adalah cara yang lebih baik untuk melawan ideologi kebencian daripada memaksa orang untuk asimilasi dan penegasan budaya. Paradigma semacam ini akan menginspirasi jutaan Muslim di seluruh dunia untuk merangkul dan mempraktikkan toleransi dan mengarah pada pemahaman lebih lanjut,” ujarnya.

Berbeda dengan NYC yang mengizinkan pembangunan Masjid Cordoba House sebagai pusat Islam yang kini menjadi cahaya yang menerangi jiwa-jiwa yang binasa pada tragedi 9/11 dan menjadi jembatan baru bagi Islam dan Barat, Prancis justru membuat semua orang melarang pembangunan masjid dan menjadikan tragedi 9/11 sebagai alasan untuk membenci Islam.

“Proyek kompleks Islam senilai $42 juta di Strasbourg harus dianggap sebagai Masjid “Kerukunan,” mirip dengan Cordoba House di NYC, bukan justru Masjid ‘Perselisihan’,” ujarnya.

“Sebagian besar Muslim di Prancis dan di seluruh Barat telah menjelaskan dengan keras kepada para pemimpin seperti Macron bahwa segala bentuk radikalisme harus diperangi melalui saling pengertian, pendidikan, dan inklusi sosial dan politik,” pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement