REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjadi ledakan bom di depan Gereja Katedral, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Ahad (28/3) pagi. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Robikin Emhas mengutuk pembom itu. Ia juga menegaskan bahwa kekerasan dan teror bukan ajaran agama.
Kiai Robikin mengatakan, seluruh umat manusia adalah saudara. Persaudaraan kemanusiaan yakni ukhuwah insaniyah dan ukhuwah basyariyah itu tidak bisa dikurangi hanya karena berbeda agama, suku, ras, warna kulit ataupun golongan.
"Upaya mewujudkan kehidupan yang harmoni merupakan keharusan yang mesti dipikul oleh setiap peribadi umat manusia, tak seorang pun boleh mengelaknya," kata Kiai Robikin melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Ahad (28/3).
Ia menegaskan, dengan dalih apapun, manusia tidak akan pernah terhindar dari kehidupan yang majemuk, plural dan beragam. Karena hal itu sudah merupakan keniscayaan atau sunnatullah yang telah ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
"Oleh karena itu, setiap tindakan kekerasan yang mengancam rusaknya harmoni sosial tidaklah bisa dibenarkan. Apalagi berupa teror dalam bentuk bom. Sebaliknya, perbuatan seperti itu harus dikutuk," ujarnya.
Kiai Robikin menegaskan, kekerasan dan teror bukan ajaran agama. Agama apapun tidak mengajarkan dan membenarkan hal itu.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom mengungkapkan duka cita mendalam atas ledakan bom yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar.
"Dengan adanya korban luka, peristiwa naas ini menambah daftar panjang aksi kekerasan dan teror yang terjadi di Nusantara," kata Pendeta Gomar melalui pesan tertulis kepada Republika, Ahad (28/3).
Pendeta Gomar mengimbau seluruh umat untuk tetap tenang dan mempercayakan sepenuhnya penanganan masalah ini kepada aparat terkait. Ia juga menyerukan seluruh umat untuk tidak takut dan resah, tapi tetap waspada.
"Saya juga mengimbau agar tak ada di antara kita yang memposting gambar atau video tentang peristiwa ini yang justru dapat menimbulkan keresahan masyarakat," ujarnya.