REPUBLIKA.CO.ID,BEIRUT -- Meningkatnya kasus Covid-19 di Lebanon membuat negara itu memutuskan untuk memberlakukan aturan penguncian total. Meski demikian, anggota Hizbullah memutuskan melanggar hal tersebut demi merayakan Revolusi Islam Iran.
Dilansir di The 961, Selasa (9/2), Lebanon telah mencatat hampir 320.000 kasus Covid-19. Sejauh ini, 3.616 kematian dilaporkan sejak virus itu pertama kali terdeteksi, Februari 2020 lalu.
Ribuan kasus positif terus dilaporkan setiap harinya. Terlepas dari pembatasan ketat yang diambil, tingkat positif masih dianggap sangat tinggi, mencapai 22 persen selama dua minggu terakhir. Terbaru, 98 kematian terkait virus Covid-19 dilaporkan pada Jumat (5/2) lalu.
Meski dibayangi kasus Covid-19 yang tinggi, hal itu tidak menghalangi Hizbullah dan anggotanya untuk melanggar aturan penutupan total. Anggota Hizbullah, termasuk anggota parlemen, kementerian, maupun pejabatnya, bersikeras merayakan peringatan ke-41 Revolusi Islam ini di Baalbak.
Mayoritas orang Lebanon sejauh ini telah berusaha mematuhi langkah-langkah penguncian yang ketat. Di sisi lain, sejumlah besar keluarga di Lebanon berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hariannya, karena pendapatan mereka telah dihentikan.
Pihak berwenang telah memperingatkan akan mendenda siapapun yang melanggar kuncian. Namun, tampak aturan ini tidak berlaku bagi partai yang didukung Iran.
Penulis dan sutradara Lebanon, Lucien Bourjeily, mengungkap pelanggaran yang dilakukan Hizbullah di halaman Facebook-nya. Ia menyebut pelanggaran yang dilakukan kelompok ini sangat jelas dan eksplisit.
"Akankah media malam ini memanggil mereka dengan sebutan 'tidak punya otak'? Apakah ISF akan mendenda mereka?" tanyanya penuh dengan sarkasme.
Ungkapan ini ditujukan pada media yang kerap mengkritik orang-orang ketika turun ke jalan dan melakukan protes atas kondisi kehidupan yang mengerikan.