Selasa 29 Dec 2020 17:56 WIB

RMI NU Kembalikan Keputusan Belajar Tatap Muka ke Pesantren

Kegiatan tatap muka perlu memperhatikan kesiapan satgas pencegahan Covid-19

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ketua RMINU, KH. Abdul Ghaffar Rozin di Acara Final Liga Santri Nusantara 2019, di Stadion Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/11).
Foto: dok. RMINU
Ketua RMINU, KH. Abdul Ghaffar Rozin di Acara Final Liga Santri Nusantara 2019, di Stadion Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan izin pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (KBM) mulai Januari 2021. Menanggapi hal ini, Rabhithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) mengembalikan keputusan kepada masing-masing kebijakan pesantren.

"KBM tatap muka pada dasarnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing pesantren dengan mempertimbangkan beberapa hal," ujar Ketua RMI PBNU, Abdul Ghaffar Rozin, saat dihubungi Republika, Selasa (29/12).

Pria yang akrab dipanggil Gus Rozin ini menyebut setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi pertimbangan jika pesantren ingin melaksanakan KBM secara fisik atau tatap muka. Pertama, kesiapan pesantren melaksanakan standar operasional KBM secara disiplin dan konsisten.

Selanjutnya, kegiatan tatap muka perlu memperhatikan kesiapan satgas pencegahan Covid-19 di pesantren untuk melaksanakan SOP, termasuk kesiapan mitigasi jika ada yang terpapar. Terakhir, pesantren diminta melihat kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah masing-masing.

Meski menyerahkan keputusan kepada pesantren, Gus Rozin menyebut pihaknya meminta pemerintah untuk tidak memaksakan KBM tatap muka, jika kondisinya masih tidak kondusif. Terlebih, saat ini dunia dikhawatirkan dengan munculnya varian atau mutasi baru virus Covid-19.

"Kami meminta pemerintah untuk tidak memaksakan KBM tatap muka jika kondisinya belum memungkinkan. Apalagi, disinyalir varian baru Covid-19 yang lebih menular sudah ditemukan di beberapa tempat," lanjutnya.

Gus Rozin juga menyebut Pemerintah Indonesia sudah pernah mengalami keterlambatan dalam mengantisipasi menyebarnya Covid-19 di Indonesia pada Maret lalu. Jangan sampai hal tersebut kembali terulang untuk varian baru virus ini. 

Terakhir, ia meminta pemerintah mempercepat pemberian vaksin kepada masyarakat yang membutuhkan, utamanya para ustadz maupun pengasuh pesantren. Golongan ini dinilai memiliki risiko yang tinggi dalam lingkup pesantren.

Tak lupa, ia memint keamanan dan kehalalan vaksin Covid-19 tersebut perlu dipastikan terlebih dahulu oleh Pemerintah Indonesia.

Sejauh ini, ia mengaku belum memegang data berapa pesantren yang menyatakan diri siap melaksanakan KBM secara langsung. Hal ini dikarenakan sebagian besar pesantren sudah aktif kembali dan melanjutkan pembelajaran.

"Sejak pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 menteri yang memberikan kelonggaran pesantren untuk aktif kembali, pesantren telah menerima kembali santrinya," kata dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement