REPUBLIKA.CO.ID, Selama abad ke-21, komunitas Muslim Angola telah berkembang. Sebagian besar Muslim di negara yang menjadi salah satu produsen kopi terbesar di dunia ini adalah pengusaha dan pendatang dari Afrika Barat dan Timur Tengah, terutama Lebanon.
Secara historis, populasi Muslim di Republik Angola, sebuah negara di Afrika bagian barat daya ini memang tidak signifikan.
Muslim membentuk perkiraan satu sampai 2,5 persen dari populasi negara yang berbatasan dengan Namibia, Republik Demokratik Kongo, Zambia, dan Samudra Atlantik.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan, populasi Muslim di Angola sekira 80 ribu hingga 90 ribu. Catatan ini sejalan dengan temuan dari dua peneliti, yakni Aristides Cabeche and David Smith dalam "Angola accused of 'banning' Islam as mosques closed" yang menyatakan, terdapat 90 ribu Muslim di Angola dan mayoritas bermazhab Sunni.
Sangat sedikit penduduk asli Angola yang masuk Islam. Sebagian besar konversi ini terjadi selama perang saudara Angola, banyak warga Angola melarikan diri, dengan kehadiran Muslim yang signifikan dan kontak dengan Islam di sana.
Kendati sejak 2010, Konstitusi Angola menjamin kebebasan beragama untuk semua warganya, tetapi Islam belum mendapatkan status sebagai entitas agama hingga saat ini. Padahal, pemerintah mewajibkan kelompok agama melakukan permohonan status hukum.
Setelah adanya pengakuan secara hukum, kelompok ini diperbolehkan membangun sekolah-sekolah dan tempat ibadah.
Agar memperoleh status hukum, suatu kelompok agama harus memiliki lebih dari 100 ribu penganut dan hadir di 12 dari 18 provinsi.
Namun, populasi Muslim di negara yang dipimpin oleh Presiden Jose Eduardo dos Santos ini, diperkirakan hanya 90 ribu sehingga Islam belum memiliki status hukum.
Komunitas Islam Angola mengkritik syarat batas jumlah populasi untuk memperoleh pengakuan secara hukum. Hal ini menyulitkan umat Islam memperaktikkan agama dan melakukan ibadah di tempat resmi.
Pada November 2013, Menteri Luar Negeri Angola Georges Chikoti mengatakan, ada delapan denominasi Islam di Angola, tetapi tidak memenuhi persyaratan hukum.
Mereka tidak dapat mempraktikkan ajaran agamanya sampai semua proses yang ada telah selesai dilalui.
Menurut Oyebade dalam Adebayo O Culture And Customs of Angola, pada akhir 2013, Pemerintah Angola secara hukum tidak mengakui setiap organisasi Muslim. Akibatnya, masjid-masjid di negara ini menghadapi pembatasan dan banyak masjid yang ditutup.
Ada beberapa organisasi Islam yang dijalankan oleh masjid, sekolah, dan pusat-pusat komunitas.Asosiasi Pengembangan Islam di Angola adalah organisasi dakwah utama. Muslim Angola diwakili oleh Dewan Tertinggi Muslim Angola Luanda.
Berdasarkan laporan The International Religious Freedom, Pemerintah Angola sangat sering menutup masjid, sekolah, dan pusat komunitas. Para pejabat Angola membantah bahwa pemerintah memiliki kebijakan menutup masjid.
Namun, pada Juli 2010, terjadi pembakaran masjid oleh orang tak dikenal di wilayah Huambo. Insiden ini menyebabkan kerusakan yang luas.
Menurut sumber Muslim, masjid dibakar sehari setelah pihak berwenang memperingatkan umat Islam tidak seharusnya membangun masjid di tempat tersebut, dan harus membangun masjid di tempat lain.
Lalu pada 4 September 2010, pihak berwenang menutup sebuah masjid di Cazenga tanpa pemberitahuan sebelumnya. Masjid dibuka kembali sebulan kemudian.
Pada November 2011, otoritas Angola merobohkan struktur yang digunakan sebagai masjid di Cacuaco, tanpa pemberitahuan dan tanpa perintah tertulis adanya pelanggaran.
Pada Desember 2011, sebuah kelompok Muslim di Provinsi Malanje membeli beberapa tanah, dan mengurus persyaratan administrasi untuk mendapatkan izin membangun sebuah masjid.
Kelompok Muslim tidak mendapat tanggapan dari pihak yang berwenang. Setelah menunggu beberapa bulan, ketika kelompok Muslim mulai melakukan konstruksi pembangunan masjid, otoritas Angola datang dan menghancurkan pondasi masjid. Tak ada klarifikasi apa pun dari pihak berwenang.
Pada Januari 2012, Pemerintah Angola mencegah Muslim membangun masjid di Dundo, Provinsi Lunda Norte, meskipun kelompok Muslim telah mengantongi izin pendirian.
Pada Mei 2012, polisi menutup pintu bangunan yang digunakan oleh umat Islam sebagai masjid dan meminta umat Islam beraktivitas di sana. Para pemimpin Muslim menulis surat protes, tapi tidak mendapat tanggapan.
Menurut Komunitas Islam Angola, terdapat total 60 masjid, sebagian besar di luar Luanda, telah ditutup pada 2013. Menurut pemerintah setempat, ini lantaran legalisasi status Islam belum disetujui, sehingga proses penutupan masjid akan terus dilakukan.
Pada November 2013, beberapa sumber media melaporkan bahwa Islam dan sistem kepercayaan lainnya, dianggap bertentangan dengan budaya negara itu dan dinyatakan terlarang di Angola. Sehingga salah satu langkah yang ditempuh Pemerintah Angola ialah menutup semua masjid. Namun, pemerintah memastikan tidak ada perang di Angola terhadap Islam atau agama lain.