REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Di bagian selatan benua Afrika, terdapat sebuah negara yang wilayahnya cukup luas, sekitar 1,24 juta kilometer persegi, hanya sedikit lebih kecil dari luas daratan Indonesia yang sekitar 1,81 juga kilometer persegi. Letaknya berbatasan dengan Zambia, Namibia, dan Kongo. Angola, demikian nama negara itu.
Ibu kota negara ini, Luanda, terletak di posisi yang strategis, yakni di garis pantai Atlantik Selatan. Di negeri republik ini, hidup sekitar 80 ribu hingga 90 ribu Muslimin. Dari jumlah tersebut, setengahnya bukan penduduk asli Angola melainkan imigran dari Afrika Barat yang didominasi warga keturunan Lebanon.
Menurut data dari Lembaga Urusan Agama Nasional, jumlah Muslim tak sampai satu persen dari total populasi Angola yang mencapai 17,3 juta jiwa. Lain lagi dengan data yang dilaporkan kantor berita PANA. Disebutkan, Muslim Angola saat ini mengambil bagian seperempat dari total penduduk negara itu.
Peningkatan jumlah Muslimin terjadi dalam 10 tahun terakhir, seiring meningkatnya jumlah imigran dari Lebanon. Agama mayoritas Angola yakni Katholik dengan persentase sekitar 55 persen, namun pemerintah mengestimasi 70 persen penduduk beragama Katholik. Agama tersebut diwariskan dari penguasa Angola terdahulu, yakni Portugis.
Dalam posisinya yang minoritas, Muslim di Angola masih berjuang agar Islam diakui sebagai agama yang sah. Dalam hal ini, terdapat syarat yang harus dipenuhi agar sebuah agama diakui di negara bekas koloni Portugis tersebut. Syarat tersebut yakni agama tersebut harus dianut oleh minimal 100 ribu warga dari kalangan dewasa.
Bertahun-tahun, Muslim Angola berupaya mendapat pengakuan sah dari negara. Mereka sempat mendekati persyaratan tersebut, dengan mendaftarkan 100 ribu Muslim dewasa. Namun, rupanya tak hanya soal angka yang dipermasalahkan Pemerintah Angola. Negara tak menghitung penganut yang bukan warga negara Angola. Sedangkan, sebagian besar Muslimin di Angola merupakan imigran ilegal sehingga tak masuk hitungan.
Meski belum diakui, Muslimin tetap menjalankan rutinitas beribadah. Kegiatan keislaman banyak digelar di kota-kota besar. Di sejumlah wilayah, mereka mendirikan masjid serta tempat mempelajari Alquran dan bahasa Arab. Mereka pun memiliki ulama yang mengajarkan mereka ilmu agama.
Setiap tahun, jumlah Muslimin bertambah. Selain karena pernikahan dengan warga setempat, dakwah juga terus diserukan. Kaum imigran yang beragama Islam pun terus berdatangan. Sebagian besar dari mereka merupakan para pengusaha dan pedagang. Tak hanya dari Lebanon, pendatang juga berasal dari Mali, Nigeria, serta Senegal.