REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pimpinan Yayasan Al Fachriyah Tangerang, Habib Jindan bin Novel bin Salim dan ulama NU, KH Ahmad Muwafiq (Gus Muwafiq) memberikan tausiyah dalam acara Malam Puncak Hari Santri atau Santriversary 2019 yang digelar di Taman Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (21/10) malam.
Santriversary ini juga dihadiri Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, beberapa utusan dari kedutaan besar negara tetangga, serta para pengasuh pesantren dari berbagai daerah di Indonesia. d
Dalam tausiyahnya, Habib Jindan mengingatkan agar santri memiliki ilmu yang tercermin pada perilaku yang berakhlak.
“Ilmu dan agama yang asli akan memunculkan sikap tawadhu dan penuh kasih sayang kepada sesama," ujar Habib Jindan di depan ribuan santri yang menghadiri Santriversary 2019 di Taman Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (21/10) malam.
Dia mengatakan, Nabi Muhammad merupakan orang yang paling berilmu dan orang yang paling takut kepada Allah. Karena itu, menurut dia, orang yang memiliki ilmu harus juga diikuti dengan perilaku yang baik seperti halnya Nabi Muhammad Saw.
"Barang siapa yang berilmu tetapi tidak takut untuk berucap yang haram, mendengar yang haram, bersikap yang haram, maka ilmunya adalah ilmu palsu," kata Habib Jindan.
Setelah Habib Jindan, kemudian dilanjutkan dengan tausiyah yang disampaikan Gus Muwafiq. Dalam tausiyahnya, Gus Muwafiq menyampaikan tentang perjuangan santri dalam melawan penjajah.
Menurut dia, ketika bangsa ini diganggu maka yang melawan pertama kali adalah para santri. "Santri terlibat langsung. Makanya ketika bangsa ini diganggu yang pertama melawan adalah santri," jelas Gus Muwafiq.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan, pesantren sebagai tempat belajar santri merupakan pusat pendidikan, keagamaan, dan kebangsaan. Karena itu, menurut dia, jika keberagamaan ada di tangan santri seperti saat ini, maka negeri ini akan meraih kedamaian.
Dia optimis santri Indonesia akan mampu berada di garda terdepan dalam menjaga keberagamaan dan kebangsaan. “Panorama Islam Indonesia diukir dan dilestarikan oleh kaum santri ini," kata Kamaruddin.